Advertistment

 

Banda Aceh,NEWSOBSERVASI: Permintaan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Pulhukam), Tedjo Edhy Purdijatno, agar Pemerintah Aceh berkenan mengubah bendera Aceh yang telah disahkan DPRA pada Maret 2013 supaya tidak sama persis dengan bendera GAM, disahuti dengan cara diplomasi oleh kalangan DPRA.

“Permintaan itu boleh-boleh saja, tapi untuk mengubahnya, DPRA dan eksekutif perlu duduk bersama kembali untuk membahasnya,” kata Ketua Sementara DPRA, Tgk Muharuddin kepada Serambi di Banda Aceh, Kamis (20/11) malam.

Muhar menyebutkan, di DPRA saat ini sudah ada suasana baru. Apalagi, sejak dideklarasikannya delapan partai dalam satu koalisi, yakni Koalisi Aceh Bermartabat. Suasana baru itu adalah, satu parpol lokal, yakni Partai Aceh, berkoalisi dengan tujuh partai nasional.

Jadi, menurut Muhar, permintaan pusat agar Pemerintah Aceh dan DPRA segera mengubah benderanya, layak untuk dikaji kembali, mulai dari bawah sampai atas. 

Muhar mengatakan, proses pembahasan dan penetapan bendera dan lambang Aceh yang baru itu oleh DPRA periode lalu, berlangsung cukup panjang. Pengesahan qanunnya juga telah memenuhi tahapan pembuatan qanun yang benar.

Maka pemerintah pusat, menurut Muhar, tak perlu curiga lagi pada Pemerintah Aceh. “GAM berdamai dengan Pemerintah RI, dalam bingkai NKRI, itu sudah final. Tidak ada pilihan lain, bahkan Gubernur Aceh, Dokter Zaini Abdullah, juga sudah berulang kali menyatakan tidak ada lagi keinginan GAM untuk memisahkan wilayah Aceh dari NKRI.”

Karena itu, lanjut Muhar, kalau DPRA dan Pemerintah Aceh belum mau segera mengubah bendera Bintang Bulan dan lambang Buraq Singa yang telah disahkan pada Maret 2013 lalu itu, maka pusat tak perlu terlalu curiga. Soalnya, penandatangan Nota Kesepahaman Damai antara Pemerintah RI dan GAM pada 15 Agustus 2015 di Helsinki itu, dilakukan dengan tulus ikhlas, lahir dan batin oleh Pimpinan GAM.

“Jadi, kalau Pemerintah Aceh memilih bendera dan lambang barunya, mirip dengan GAM, harap jangan diartikan akan ada niat lagi untuk merdeka atau memisahkan Aceh dari NKRI,” kata Muharuddin yang merupakan politisi Partai Aceh.[] sumber: serambi indonesia
 
Top