Advertistment

 

OBSERVASI
Tingkat penderita HIV/AIDS di Aceh akhri-akhir ini  sangat mengkhawatirkan. Jumlah penderita penyakit tersebut di Aceh sudah mencapai 115 orang. Rinciannya, Pidie 90 orang, Aceh Utara 30 orang, Lhokseumawe 21 orang, Bireuen 22 orang, Aceh Tamiang 17 orang dan Aceh Tenggara 16 orang.
Demikian disampaikan Khaidir, S.Kep,  Direktur Yayasan Permata  Atjeh Peduli (YPAP) di hadapan para wartawan Bireuen dalam acara Training For Journalist Ethical Code of reporting PLWH (People living with HIV) di ruang meeting Beng Kupi Bireuen, Sabtu  petang (7/9/2013). Training tersebut diikuti 20 jurnalis dari berbagai media massa.
Dalam paparannya, Khaidir menyebutkan, selama ini penderita HIV/AIDS telah banyak merasa dirugikan media masa. Terutama, para wartawan yang meliput di lapangan.
“Hal itu, karena para wartawan yang ada dimanapun di Indonesia saat ini, masih belum begitu mengangkat kepentingan mereka para penderita HIV/AIDS. Tapi, dalam pemberitaannya para wartawan lebih cenderung mengangkat penderita HIV/ AIDS adalah korban penyakit menular yang mematikan,” ujar Khaidir.
Karena itu, dia mengharapkan kepada insan Pers yang ada di Bireuen khususnya,  agar sama mengubah pandangan masyarakat yang selama ini menganggap penderita HIV adalah sosok yang harus dikucilkan dalam masyarakat.
“Bersama media, pola pandang inilah yang harus kita ubah. Karena penderita HIV/AIDS bukanlah kelompok yang harus dikucilkan oleh banyak orang. Kami mengajak rekan-rekan wartawan untuk berdiskusi tentang etika peliputan terhadap para penderita HIV/AIDS, agar lebih mengenal lagi sisi lain para penderita penyakit tersebut,” tambah  Khaidir.
Sementara itu, Hamdani, SE, MSM, anggota PWI Bireuen, dalam materinya yang berjudul “Kaedah Jurnalisme Dalam Peliputan HIV” mengatakan, seorang jurnalis ketika mewawacarai narasumber yang terindikasi HIV, agar jangan mempublikasikan namanya.
“Sebaiknya, dalam menulis dan mewawancarai narasumber yang terjangkiti HIV, jangan mempublikasikan nama. Ini sangat penting untuk menghindari timbulnya stigma negatif terhadap penderitanya,” ujar Hamdani.
Untuk itu, kata dia, para wartawan agar lebih memperhatikan lagi Kode Etik Jurnalistik dalam setiap peliputan dan menulis berita. Sebab, kode etik jurnalistik merupakan pedoman bagi wartawan.  
 
koran bireun
 
Top