ACEH UTARA, News Observasi - Seratusan warga Desa Pucok Alue dan pengurus Forum
Mahsiswa Pirak Timu (FOMA PT), Sabtu (26/10) sekitar pukul 18.30 WIB,
menghadang Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib, di kawasan desa tersebut.
Penghadangan itu sebagai bentuk protes warga terhadap terhentinya
pembebasan lahan irigasi dari Desa Meunje Tujoh, Kecamatan Pirak Timu ke
Desa Blang Pante, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara.
Informasi
yang dihimpun Serambi, Minggu (27/10) menyebutkan pada Sabtu (26/10)
sekitar pukul 16.00 WIB, Bupati mendatangi kecamatan itu untuk
menyerahkan bantuan kepada korban banjir. Setelah itu, bupati menuju
Desa Alue Lhok, Kecamatan Paya Bakong. Ketika kembali dari Desa Alue
Lhok menuju Lhokseumawe, warga menghadang Bupati dengan cara memarkir
sepeda motor di jalan.
Keuchik Pucok Alue, Abu Bakar menyebutkan
timbunan tanah untuk saluran irigasi di sawah warga itu telantar sejak
tiga tahun lalu. serta saat hujan deras sawah terendam. “Karena air
sawah terhalang dengan tanah timbunan untuk saluran irigasi itu. Sudah
berpuluh kali kami desak pemerintah melanjutkan pembangunan irigasi di
kawasan kami, tapi sampai kini belum ada realisasinya,” jelas Abu Bakar.
Mendengar
tuntutan masyarakat, Bupati menyatakan akan mempelajari hal itu untuk
mengambil solusi terbaik. Setelah itu, warga bubar dan Bupati
melanjutkan perjalanan ke Lhokseumawe. Pertemuan Bupati dengan warga
berlangsung sekitar 30 menit.
Kabag Humas Setdakab Aceh Utara,
Fakhrurrazi menyebutkan Pemkab komit membangun irigasi dan pengembangan
pertanian. “Tapi, sekarang ada UU baru yang mengatur pembebasan lahan
harus diusulkan setahun sebelumnya dan tak lagi dilakukan oleh panitia
Sembilan Setdakab, tapi dilakukan badan pertanahan. Untuk itu, kita
harap masyarakat bersabar,” katanya.
Gerimis yang membasahi bumi
tak menyurutkan semangat warga Desa Pucok Alue, Pirak Timu dan aktivis
mahasiswa kecamatan itu menghadang Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib,
Sabtu (26/10) sekitar pukul 18.30 WIB. Warga baik tua-muda, anak-anak,
dan ibu-ibu turun ke jalan tak perduli hujan membasahi pakaian mereka.
Petani yang turun ke sawah menghentikan aktivitas, bergabung dengan
masyarakat menghadang orang nomor satu di kabupaten tersebut.
“Sejak
Indonesia merdeka, kecamatan ini tak pernah ada irigasi. Hasil padi
kami tidak sampai empat ton per hektare. Daerah lain sudah enam sampai
tujuh ton per hektare. Sampai kapan kami menjadi anak tiri di daerah
sendiri,” ujar Amrizal (30), warga Desa Pucok Alue lirih. (Serambi)