Tengku Muhammad Rauzan |
Bocah
kreatif kelahiran 11 juli 2007, Desa Alue Rambe, Kec. Kuta Makmur, Aceh Utara
menebarkan impian mulia, hanya ingin menjadi seorang ustadz kelak.
Bocah yang
baru mau masuk sekolah dasar SD itu, tumbuh dengan pengawasan ekstra dari
pasangan suami – istri Jufry A Rahman (35) dan RA Sartika (22). Dia tumbuh
menjadi cepat dengan memiliki tinggi melebihi sebayanya. Kabar uniknya, pemuda
cilik yang berkulit putih bersih itu ternyata lahir dalam usia kandungan 11
bulan.
“Saat ini
dia tampak lebih dewasa dari sebayanya, dimana usianya memasuki tahun kelima
dia minta masuk sekolah, atas permintaan saya, Rauzan diterima menjadi murid SD
N17 Kuta Makmur tahun lalu. Namun, setelah dipertimbangkan ia akan mendapatkan
kesulitan saat memperoleh ijazah nanti, pasalnya tidak cukup umur,” ujar Jufry.
Ketangkasan
putra sulungnya, dari dua bersaudara itu dikatakan luar biasa tangkasnya. Selain
itu lingkungan keluarga pun sangat mendukung, pasalnya kedua orangnya tua lebih
mengarahkan IQ anak-anak tercintanya tersebut kea rah Islami yang tinggi. Wajar
saja, usia yang sebaya jagung Rauzan dan Mahira (3) adiknya, mampu menguasai
doa dan ayat-ayat pendek seperti doa sebelum tidur, sebelum makan dan lainnya.
Yang lebih memukau lagi, kedua anaknya ini mampu menguasai shalawat yang
diajarkan kedua orang tuanya.
Tidak hanya
cerdas, Rauzaan dan adiknya ini tergolong ramah dan dan penurut. Dalam usia
yang bocah ini, ia tidak sungkan-sungkan mengutarakan kecintaan terhadap
agamanya, ia bercita-cita mau menjadi ustadz. “Saya mau jadi ustad nanti, biar
lebih bisa belajar agama nantinya,” tutur lugunya.
Dalam
lingkungan pengjiannya yang rutin itu, ia juga masuk keanggotaan zikir.
Terlahir dari lingkungan yang sehat dan memang sangat berpengaruh terhadap
imajinasi seorang anak, apalagi masa-masa membentuknya moral didalam benak
mereka, seiring waktu yang berjalan, maka sepatutnya orang tua menjaga dan mengarahkan
mereka ke arah yang benar, pungkas Jufry.
Kesan
tersebut, menurutnya untuk mengajak mengawasi tingkah laku anak, agar sibuah
hati tidak keluar dari norma-norma keluarga. “Jika mereka keluar dari
norma-norma keluarga, kelak ia juga akan keluar dari norma-norma sosial dan tak
aral juga akan keluar dari norma-norma agama yang menjadikan moral sikecil akan
diluar kendali,” tutup ayah dua anak ini seraya mengatakan bandel itu
wajar-wajar saja apalagi generasi sekarang, dan hal itu merupakan wujud dari imajinasi
sianak.
Laporan : ody/jf
Liputan :
Lhokseumawe,18 Juli 2013