Tarmilis Usman | Ketua PWI Aceh |
Hal itu disampaikan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh,
Tarmilin Usman saat membuka training karakter dan kapasitas building
kepada puluhan wartawan dari berbagai media di Aceh, di Gedung PWI
setempat, Kamis (28/11).
Tarmilin mengatakan melihat banyak laporan masyarakat terhadap sebuah
pemberitaan yang disajikan sebuah media, membuktikan masih banyak
wartawan di Aceh yang belum sepenuhnya mengetahui kode etik atau etika
pers dalam melaksanakan tugas jurnalisnya.
Untuk menghindari hal tersebut, tambah Tarmilin, seorang wartawan
harus mengetahui kode etik dan mengamalkannya ketika meliput sebuah
infromasi di lapangan. “Wartawan sangat rentan berurusan dengan hukum,
apabila dalam menggali informasi tidak merujuk etika pers. Kasus yang
sering terjadi pada diri wartawan adalah soal pencemaran nama baik,”
katanya.
Dipandang Sebelah Mata
Sementara itu di acara yang sama, Tokoh Pers Aceh, Sjamsul Kahar
mengatakan karena banyaknya wartawan yang tidak lagi menjalankan
tugasnya sesuai aturan etika pers, sehingga wartawan sekarang sudah
dipandang sebelah mata oleh nara sumber, terutama para pejabat publik.
“Wartawan sekarang sudah dilihat dengan mata kiri. Itu kenapa, karena
dalam menjalankan tugas tidak lagi merujuk aturan etika pers,” kata
Sjamsul Kahar yang juga Pimpinan Umum (PU) Harian Sermabi Indoensia,
sesaat sebelum menyampikan pasal-pasal kode etik pers kepada wartawan di
acara training peningkatakan kapasitas di PWI Aceh itu.
Dalam acara tersebut Sjamsul Kahar dihadirkan sebagai pemateri pertama pada taraining penguatan kapasitas dengan moderator Iranda Novandi, Direktur Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) PWI Aceh. Training penguatan carakter dan kapasitas building wartawan di PWI ini dihadir 50 wartawan dari berbagai media massa di Aceh, baik elektronik maupun cetak. (win)