Medan, NEWS OBSERVASI - Isteri seorang pejabat PLN Pembangkitan Sumatera bagian Utara (KITSBU), Fahmi Rizal Lubis menangis histeris di Pengadilan Negeri Medan seusai jaksa Ardiansyah menuntut Fahmi Rizal Lubis, 9 tahun penjara, denda Rp 700 juta subsider enam bulan kurungan.
Tak terima suaminya, Fahmi Rizal Lubis, dituntut jaksa dengan hukuman maksimal, perempuan yang mengenakan hijab itu terus menangis histeris. Mengenakan kaos dan jilbab putih, sang istri tersedu-sedu enggan melepaskan suaminya yang saat itu juga dituntut jaksa dengan denda Rp 700 juta subsider enam bulan kurungan.
“Papa lama kali dipenjara. Anak-anak gimana ini pa,” keluh perempuan setengah baya itu sambil memeluk suaminya.
Setelah memeluk erat sang suami, tangisan istri terdakwa Fahmi Rizal semakin keras saja, sambil berteriak, dia pun mengutuk tuntutan yang diajukan jaksa itu.
Padahal sang suami, kata jaksa sudah terbukti bersalah korupsi, namun perempuan itu terus mengutuk sang jaksa. “Dunia akhirat saya tidak terima tuduhan jaksa. Saya tidak terima suami saya dituntut penjara. Dia itu suami yang baik dan jujur, dia bekerja untuk negara, demi negara dia meninggalkan kami anak dan istrinya,” kata istri Fahmi Rizal yang enggan menyebutkan namanya sambil menggunakan jilbab putih.
Para junalis yang bertugas di Pengadilan Negeri Medan yang belum mengetahui namanya, berusaha mengejar tau siapa nama perempuan tersebut, namun wartawan pun kena semprot juga. “Jangan tanya-tanya nama saya,” jawabnya menghindari para jurnalis dan keluar dari ruang sidang Cakra I, sembari menangis histeris.
Tidak berhenti di situ. Tangisan histeris dari istri Fahmi Rizal kembali pecah, ketika sang suami yang diperintahkan untuk ditahan oleh jaksa, harus naik mobil tahanan untuk dikembalikan ke Rutan (Rumah Tahanan Negfara) Kelas I-A, Tanjung Gusta Medan.
“Papa.. ., jangan pergi pa.,” teriak perempuan itu lagi yang masih histeris disambut terdakwa Fahmi Rizal dengan tatapan lemas sambil kembali memeluk istrinya. Usai menenangkan istrinya, Fahmi pun naik ke mobil tahanan dan kembali ke sel rutan.
Jaksa menegaskan, terdakwa ikut berperan menjadikan Flame Tube yang tidak sesuai spesifikasi yang diminta dalam anggaran dan saat ini sudah rusak. Akibat pengadaan barang yang tak sesuai dengan Surat Kuasa Kerja dan Kontrak Kerja, negara dirugikan hingga Rp 23,9 miliar.
Terdakwa melakukan korupsi itu bersama empat mantan pejabat PLN Pembangkitan Sumatera Utara Bagian (KITSBU) lainnya. Dalam persidangan terpisah, jaksa penuntut umum mengganjar kelima petinggi PLN tersebut dengan total tuntutan hukuman 44 tahun penjara dengan lama hukuman bervariasi, sesuai dengan tanggungjawabnya.
Kelima mantan pejabat PLN itu adalah mantan General Manager PT PLN Pikitring (Pembangkitan dan Jaringan) sekarang instansi itu bernama PLN KITSBU (Pembangkitan Sumatera bagian Utara), Ir Albert Pangaribuan, Ferdinand Ritonga (Ketua Panitia Pemeriksa Mutu Barang), Edward Silitonga (Manager Perencana), Robert Mahyuzar (Ketua Panitia Barang/Jasa) dan Fahmi Rizal Lubis (Manager Produksi).
Albert Pangaribuan dituntut 11 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, Ferdinand Ritonga dituntut hukuman 8 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, Edward Silitonga dituntut hukuman 8 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan Robert Mahyuzar juga dituntut hukuman 8 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Kelima terdakwa, menurut jaksa, terbukti bersalah korupsi pengadaan mesin pembangkit, Flame Tube Gas Turbin (GT)-12 PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (Kitsbu) Sektor Belawan Tahun Anggaran 2007. Pada pekerjaan Life Time Extention (LTE) Major Overhouls Gas Turbine (GT)- 12 di PLN Sektor Pembangkit Belawan, negara mengalami kerugian negara senilai Rp23,9 miliar