NEWSOBSERVASI: Dosen di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, Rosnida Sari, menjadi korban selamat dari terjangan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004. Dua tahun kemudian, ia menjadi dosen dan berkesempatan mengikuti tes untuk beasiswa ke Australia.
"Kesempatan untuk bisa berinteraksi dengan Australia, khususnya Adelaide, tidak terlepas dari beasiswa yang saya dapatkan dari pemerintah Aceh untuk melanjutkan study saya di Flinders University," katanya dalam surat terbuka yang diterbitkan Australiaplus.com pada 5 Januari lalu.
Ia pun tampak antusias menceritakan pengalamannya selama di Australia. Tinggal bersama keluarga lokal selama tiga bulan di Flagstaff Hill, Australia selatan, membuatnya sering menerima ajakan teman lokalnya menghadiri beberapa acara. Misalnya, acara BBQ, piknik, dan housewarming party. Ia bahkan aktif dalam kegiatan gereja setempat.
Ia bergabung dalam klub rajut gereja yang digawangi para ibu dan berpartisipasi dalam penggalangan dana. Klub rajut tersebut membuat Rosnida dan teman-temannya aktif membantu para pendatang baru. Pihak gereja kerap membantu para pendatang dengan memberikan peralatan rumah tangga secara gratis.
Ketika berada di Flagstaff Hill, ia sempat mengikuti kegiatan Rotary, penggalangan dana dengan cara menjual lukisan, dan dialog lintas keyakinan dengan komunitas Ahmadiyah. Saat mengetahui Rosnida bergama Islam, teman-temannya ingin mengunjungi masjid, seperti halnya Rosnida mengunjungi gereja.
"Berdasarkan pengalaman tersebut, saya lalu mencoba menjadi 'jembatan' perdamaian bagi umat Kristen dan Islam di kota saya sekarang, Banda Aceh. Saya kira sudah saatnya saya 'membalas' kebaikan mereka dengan menjadi semacam 'pembawa damai' untuk agama dan budaya yang berbeda ini," ujarnya.
Saat kembali ke Aceh, dosen studi gender agama Islam itu berniat mengajak mahasiswanya mengunjungi salah satu gereja. Tujuannya, mengetahui relasi laki-laki dan perempuan dalam Kristen. Ia ingin menghilangkan jurang pemisah antara Islam dan Kristen di antara mereka.
"Agar terjadi kesalingpahaman di antara mereka, menghilangkan prasangka yang sudah dibentuk oleh media atau saat mendengar perbincangan orang lain," tuturnya. (Tempo)