Advertistment

 


NEWS OBSERVASI: Mufti Ali, legislator Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Jember, Jawa Timur, akan mengupayakan keperawanan sebagai syarat kelulusan sekolah.

Hal ini dikemukakan Mufti, saat rapat dengar pendapat dengan Dinas Pendidikan Jember, di ruang Komisi D DPRD setempat, Selasa (3/2/2015).

"Sangat memprihatinkan ketika pendidikan di Jember yang katanya maju, tapi miris mendengar ada siswa berumur SMP berhubungan seksual sebelum ada akad nikah," kata Mufti.

Mufti meminta agar Dinas Pendidikan Jember membuat formulasi pencegahan kerusakan moral di kalangan siswa. "Kalau perlu dicek dulu keperawanan kalau mau lulus. Kalau tidak perawan, tidak lulus. Ini (sepertinya) guyon, tapi serius. Demi masa depan," katanya.

Menurut Mufti, kalau tidak ada peraturan yang membatasi, maka kerusakan moral akan semakin sulit dikendalikan. "Jadi kalau indikator keperawanan masuk dalam syarat kelulusan, saya setuju sekali. Saya akan gelindingkan ini kepada teman-teman untuk menjadi peraturan daerah, apalah nama perdanya: apakah perda diniyah atau perda akhlakul karimah," katanya.

Yang penting, lanjut Mufti, moralitas menjadi syarat kelulusan. "Karena kalau Jember prestasinya bagus, tapi akhlaknya tidak bagus, itu bukan suatu keberhasilan," tegasnya.

"Akhlak anak didik itu tidak hanya berdasarkan tumbuh kesadaran, tapi juga ada penekanan. Harus dipaksa juga. Ketika ada pemaksaan, akhlak-akhlak yang tidak baik ini akan menjadi baik," tambah alumnus Pondok Pesantren Sidogiri ini.

Bagaimana dengan keperjakaan laki-laki? "Laki-laki ini tidak bisa terus dites seperti perempuan, ya. Tapi minimal begini: ketika yang perempuan takut dengan adanya perda ini, maka yang laki-laki akan terhindar dari itu, ketika perempuannya tidak mau melaksanakan. Ini memunculkan rasa takut, bahwa kalau melaksanakan ini, kamu tidak lulus. Tidak lulus kalau tidak perawan," kata Mufti.

Bagaimana dengan perempuan korban perkosaan? "Itu beda. Namanya korban ada pemaksaan dari pihak lain, yang tidak diinginkan dari yang bersangkutan. Kalau yang (diatur perda) ini kan dengan santainya, dengan tidak ada rasa malunya, bangga bisa berhubungan seks dengan teman-teman sekolahnya. Itu yang membuat miris kami di Komisi D," kata Mufti.

Bagaimana dengan keperawanan yang rusak bukan karena hubungan seks? "Lho, nanti ketika perda ini dibentuk, ada tim medis resmi. Tim medis ini pasti tahu. Jadi diperiksa tim medis resmi yang tahu ini," kata Mufti.
 
Top