Advertistment

 


Aceh Bangsa nekat, kuat daya tahan, suka berperang, suka melakukan perlawanan dalam membasmi kedhaliman, Aceh ibarat semut merah, Satu ditindas ratusan akan muncul, merah selalu mengalir dalam benak jiwa raga anak Rencong, perlawanan sampai titk darah penghabisan bukan sampai titik mendapat uang. suku Aceh tidak ada persamaan sedikitpun dengan moyang ketuprak humor wong jawa, wong jawa jangan menganggap spelei perkara Aceh, Aceh tak pantang ditindas, penindasan wong jawa sudah membabi buta, penyiksaan yang dilakukan terhadap Bangsa Aceh. Aceh-Jawa tak akan mudah bersatu, satu kesatuan telah menjadi kepaksaan bagi kebanyakan orang Aceh untuk tunduk patuh pada perintah terhadap Jakarta yang diawali oleh pimpinan Soekarna dan Hatta. Sang Mr. Aceh tidak pernah menerima kepaksaan yang terpaksa untuk menjadi satu  kesatuan yang tak pernah menyatu.

Kemitraan telah hilang, jati diri telah pudar, warna hitam telah menghilangkan keaslian, yang asli sudah dipalsukan, pemalsuan sudah menjadi kepahaman yang melengkung, arah sudah salah mengatur, aturan tak henti dapat disalahkan, kesalahan timbul dari pemimpin Bangsa, rakyat jelata menjadi korban, jiwa dan raga menjadi batu hantaman, kanak-kanak Bangsa rencong dipusnahkan, pemusnahan dilakukan tak henti-hentinya. Pendidikan patut disalahkan, pendidikan tak mengajak Aneuk Bangsa Rencong kearah yang benar, pendidikan ketauhidan dan ketuhanan pelan-pelan dimusnahkan, pendidikan tak dapat membangun kearah persatuan.

Aceh memiliki rencong sebagai tanda perlawanan Bangsa Hindia- Belanda, dan portugis. Darah perjuangan mengalir secara keturunan dalam menghadapi Bangsa penjajah, Aceh-Indonesia telah menjadi Negara satu kesatuan dalam memproklamirkan Indonesia merdeka, Bangsa Aceh yang sungguh sangat terharu dan disayangkan, Aceh kembali dijajah, jajahan moral, agama, dan politik yang tak bermoral. Aceh nekat dan memiliki daya tahan demi melakukan perlawanan, Tgk.Muhammad Hasan Di Tiro Mesti dikenang, Daud Bereuh menjadi tampilan layar belakang awal pergerakan perlawanan, jasa yang termahal telah ditinggalkan, tinggallah Aceh untuk membuka layar dan kembali membuka perlawanan.

Penulis: Ody Yunanda



 
Top