Banda Aceh – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRA Hasbi Abdullah, hari ini, Jum’at (07/06/2013) menerima kunjungan dari Pemerintah Filipina terkait dengan penyelesaian konflik Moro.
Kedatangan rombongan tersebut dalam rangka mempelajari proses perdamaian antara Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sudah berjalan delapan tahun.
Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Badan Anggaran itu, Ketua komisi A DPRA Adnan Beuransyah mengatakan setelah penandatangan MoU Helsinki yang merupakan titik awal dari perdamaian, Aceh memiliki beberapa kekhususan terkait dengan tata pemerintahan dan politik serta pembangunan perekonomian.
Ia menambahkan, dalam masa transisi perdamaian, antara RI dan GAM menyepakati keterlibatan pihak ketiga untuk memantau proses perdamaian, yaitu Aceh Monitoring Mission (AMM) yang anggotanya sebagian berasal dari militer negara asing.
Dimasa itu pula, seluruh polisi dan militer yang bertugas di Aceh semasa konflik dipulangkan ke kesatuannya masing-masing. “Jadi tentara yang saat ini bertugas di Aceh adalah tentara yang ‘lahir’ di Aceh,” ujarnya.
Ketua komisi A juga menambahkan, sesuai dengan amanah MoU Hensinki Aceh berhak menetapkan lambang dan benderanya sendiri, dan saat ini sedang dibahas bersama antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat. “Pemerintah Indonesia juga membuat Undang Undang khusus untuk Aceh, yakni Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang sudah disahkan pada 2011 lalu,” terang Adnan Beuransyah.
“Selain itu, jika Pemerintah Indonesia membuat peraturan yang berkaitan dengan Aceh, maka wajib berkonsultasi dan mendapat persetujuan dari Pemerintah Aceh sebelum peraturan tersebut diberlakukan” ujarnya.
Terkait dengan sektor pengembangan ekonomi, Aceh mempunyai hak untuk membuka jalur perdagangan bebas ke luar negeri tanpa ada tekanan apapun dari Pemerintah Pusat, begitu juga dengan pembagian hasil, Aceh berhak menguasai 70 persen dari hasil cadangan hidrokarbon.
Lebih lanjut, khusus untuk mantan kombatan GAM, Adnan juga membeberkan bahwa Pemerintah harus menyediakan lahan masing-masing dua hektar perorang untuk pengembangan perekonomian mantan kombatan, ini sesuai dengan apa yang diamanahkan MoU Helsinki.
Sumber: Atjehlink.com