Menurut Saleh, rencana tersebut sudah disampaikan kepada tim Kementerian Dalam Negeri yang dipimpin Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan dalam pertemuan tertutup di Meuligoe Gubernur Aceh, Banda Aceh, kemarin. “Sudah disampaikan kepada tim pusat, tapi belum ada respons,” katanya di Banda Aceh, 24 Juli 2013.
Saleh menjelaskan, saat upacara tersebut, bendera Merah Putih akan dinaikkan lebih dulu, kemudian barulah menyusul bendera Aceh. Ini sesuai dengan ketentuan qanun atau peraturan daerah Aceh. Saleh berharap pengibaran bendera Merah Putih dan bulan-bintang akan memunculkan lagi semangat nasionalisme dan kecintaan rakyat terhadap Aceh.
Rencana Aceh memilih lambang bulan-bintang sebagai simbol sebelumnya memicu polemik. Hal ini bermula dari pengesahan qanun bendera dan lambang Aceh, April lalu. Qanun ini disorot lantaran bendera Aceh dibuat mirip bendera Gerakan Aceh Merdeka. Padahal aturan pemerintah jelas melarang simbol daerah memakai lambang gerakan separatis.
Tarik-ulur pengesahan qanun itu terus berkepanjangan. Kedua belah pihak lantas menggelar sejumlah pertemuan untuk mencari titik temu. Awal Mei lalu, Kementerian Dalam Negeri memberi batas waktu 15 hari bagi pemerintah Aceh untuk mengklarifikasi qanun bendera dan lambang Aceh, termasuk bentuk, desain, dan tata cara. Namun, hingga Mei lalu, soal qanun belum juga disepakati.
Djohermansyah menegaskan, dalam pertemuan kemarin belum ada keputusan apa pun. Menurut dia, pemerintah Aceh dan Jakarta masih mencari jalan terbaik. “Kami lihat mudarat dan manfaat dalam setiap putusan yang diambil dalam menentukan bendera Aceh. Harus dipikirkan dengan tenang dan jernih,” katanya.
Adapun Gubernur Aceh Zaini Abdullah tidak secara tegas menyetujui peresmian lambang bulan-bintang sebagai bendera Aceh. Ia mengatakan, rencana pengibaran bendera Aceh akan dibahas lebih mendalam dan tidak terburu-buru. Pertemuan membahas kelanjutan bendera Aceh akan digelar kembali pada 31 Juli mendatang di Jakarta. “Bukan bergunjing, tapi mencari solusi terbaik.” (Tempo)