OBSERVASI :
Setelah perjanjian Damai di Aceh (antara Gerakan Aceh Merdeka dengan
Negara kesatuan Republik Indonesia) yang disusun dengan rapi dalam
Naskah MoU Helsinky, telah membuat para mantan kombatan GAM begitu
berani dalam membuat janji-janji untuk mensejahterakan rakyat Aceh.
kemenangan pasangan “ZIKIR” (Zaini-Muzakir) sebagai Gubernur Aceh
2012-2017, menggentarkan Pemerintah Pusat dalam mengontrol akan
kepemerintahan Provinsi Aceh. Pasalnya, Lembaga Legislatif di Aceh
telah dikuasai oleh Partai Aceh sebanyak 70% dari anggota dewan yang
lain. Sehingga segala keputusan tetap akan dimenangkan oleh anggota
dewan yang berasal dari Partai Aceh dalam mengambil suatu kebijakan,
apalagi sekarang Lembaga Eksekutif juga berhasil dikuasai oleh calon
yang diusung Partai Aceh.
Hal ini bisa berdampak positif dan bisa juga berdampak negatif bagi
Pemerintah Pusat, setidaknya sangat sulit untuk mengontrol dan memegang
kendali akan kepemerintahan di Aceh.
Lembaga Eksekutif dan Legislatif Aceh, akan memperjuangkan segala isi
dari MoU Helsinky dan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dari
Pemerintah Pusat. Karena mereka sejalan dan sepemikiran, otomatis segala
program akan berjalan dengan lancar.
Pemerintah Aceh sekarang, pada masa kampanyenya kemarin telah menebarkan
berbagai janji kepada masyarakat Aceh, sehingga para rakyat Aceh begitu
tertarik akan janji-janji mereka. Dan menanglah Pasangan “ZIKIR” akibat
dari janji yang mereka lontarkan (kalau berbicara takdir: semuanya
adalah kehendak Allah swt). Yang membuat Para rakyat Aceh begitu percaya
adalah dikarenakan Legislatif telah dikuasai oleh Partai mereka, jadi
jangan diragukan lagi kalau mereka menang sebagai Gubernur, maka akan
tercapai segala keinginan dan janji-janji.
Berikut saya sisipkan 21 janji Gubernur-Wakil Gubernur Aceh yang
terpilih (Zaini Abdullah-Muzakir Manaf), sebagaimana dirilis oleh Harian
Serambi Indonesia (Senin, 25 Juni 2012):
- Wewujudkan pemerintahan Aceh yang bermartabat dan amanah;
- Mengimplementasikan dan menyelesaikan turunan UUPA;
- Komit menjaga perdamaian Aceh sejalan dengan MoU Helsinki;
- Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan Islam di semua sector kehidupan masyarakat;
- Menyantuni anak yatim dan kaum duafa;
- Mengupayakan jumlah penambahan kuanto haji Aceh;
- Pemberangkatan jamaah haji dengan kapal pesiar;
- Naik haji gratis bagi Anak Aceh yang sudah akil baliq;
- Menginventarisir kekayaan dan sumber daya alam Aceh;
- Menata kembali sector pertambangan di Aceh;
- Menjadikan Aceh layaknya berunei Darussalam dan Singapura;
- Mewejudkan pelayanan kesehatan gratis yang lebih bagus;
- Mendatangkan dokter spesialis dari luar negeri;
- Pendidikan gratis dari SD sampai dengan Perguruan Tinggi;
- Pemberian Rp. 1.000.000 (satu juta) per Kartu Keluarga per bulan dari hasil dana minyak dan gas (migas);
- Mengangkat hononer PNS;
- Meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh;
- Membuka lapangan kerja baru;
- Meningkatkat pemberdayaan ekonomi rakyat;
- Memberantas kemiskinan dan menurunka angka pengangguran; serta
- Mengajak kandidat lain untuk bersama-sama membangun Aceh.
Secara kasat mata yang kita lihat, semua program ini akan terlaksanakan
dengan baik, dikarenakan Legislatif dan Eksekutif dikuasai oleh Partai
Aceh. Jadi, segala program tersebut akan disetujui bersama-sama untuk
menjalankannya. pertanyaannya adalah Apakah mereka (Eksekutif dan
Legislatif) mau dan sanggup menjalankan Program tersebut?
Menurut saya sebagai orang awam, 21 poin janji “ZIKIR” akan
kepemimpinnya sekarang agak susah untuk dijalankan. Karena Keuangan di
Aceh belum Jelas, apakah bisa diwujudkan atau tidak? belum lagi jika ada
diantara para anggota dewan yang rakus, apalagi jika Gubernur atau
Wakil Gubernur tidak konsisten terhadap program yang telah
dicanangkannya.
21 poin tersebut, hal ini berdampak Negatif bagi Pemerintah Pusat.
Karena secara logika, Daerah-daerah yang lain akan cemburu dan iri
terhadap Daerah Aceh. Kenapa Aceh bisa demikian? Kok daerah kami tidak
boleh? itu karena Aceh punya hak Istimewa dari daerah-daerah yang lain,
pasti pemerintah akan menjawab demikian.
Jakarta, sebagai Pusat Ibukota Negara saja tidak sespecial seperti Aceh,
apakah rakyat Indonesia yang berada di jakarta tidak akan menangis
ketika melihat Aceh begitu specialnya? saya kira, mereka tidak demikian.
Karena, 21 poin janji Gubernur -Wakil Gubernur Aceh yang sekarang masih
dikategorikan sebagai “Cet Langet” atau “mimpi di siang bolong”.
Namanya juga Politik praktis, berbagai janji-janji manis itu selalu ada
dari Calon pemimpin. Tapi, sangat disayangkan, hal demikian sudah
menjadi tradisi di Negara Indonesia ini.
“Janji tetap janji, Kalau sudah terpilih jangan coba untuk diungkit-ungkit kembali.”
Penulis: Muksalmina Mta
Sumber: Kompassiana