Advertistment

 

OBSERVASI | BANDA ACEH:
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh mengungkapankan, dari Rp 21,1 triliun dana otonomi khusus (otsus) yang diterima Aceh sejak 2008 hingga 2012, ada sekitar Rp 5,1 triliun atau 24,17 persen tidak tepat sasaran atau belum fokus penggunaannya.

Informasi penggunaan dana otsus yang tidak tepat sasaran tersebut disampaikan utusan BPK Perwakilan Aceh pada Diskusi Penggunaan Dana Otsus yang dilaksanakan Jaringan Peduli Anggaran (JPA) Aceh di Kantor Forum LSM Aceh, kawasan Lambhuk, Banda Aceh, Rabu 23 Oktober 2013. Utusan BPK Perwakilan Aceh yang hadir dalam diskusi tersebut yaitu Radiansyah dan Rizaldi.

Baik Radiansyah maupun Rizaldi mengatakan, BPK RI sudah dua kali melakukan audit terhadap dana Otsus Aceh. Ada beberapa temuan, antara lain kekurangan dan kelebihan transfer dana otsus ke kabupaten/kota.

Selain itu, banyak usulan program dan pembangunan proyek tanpa ada koordinasi, sehingga hasil proyek yang didanai dari sumber dana otsus belum bisa digunakan atau dimanfaatkan bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Sebelumnya Kepala Perwakilan BPK Aceh, Maman Abdurrahman juga melansir ada sekitar Rp 5,1 triliun dana otsus Aceh yang penggunaanya belum terarah atau tidak fokus pada tujuan yang telah ditetapkan.

Angka Rp 5,1 triliun itu, pertama berasal dari selisih dana yang dialokasikan pemerintah pusat sejak 2008 sampai 2012 jumlahnya mencapai Rp 21,1 triliun, sementara Pemerintah Aceh membuat pagu indikatifnya dengan jumlah Rp 19,2 triliun. Sehingga terjadi selisih Rp 2,006 triliun. “Untuk apa saja dana itu digunakan, belum dijelaskan secara rinci,” kata Radiansyah mengutip hasil audit BPK.

Selain itu, BPK juga menemukan sisa dana otsus sebesar Rp 3,1 triliun (2008-2012) yang belum disalurkan pada tahun berjalan atau tepat waktu. “Inilah yang dimaksud BPK penggunaan dana otsus itu belum tepat sasaran. Perkiraan nilainya mencapai Rp 5,1 triliun,” kata Radiansyah dibenarkan Rizaldi.

Dana otsus, sesuai UU Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pemerintahan Aceh digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan.

Kepala Bappeda Aceh, Prof Dr Abubakar Karim MS yang juga hadir dalam Diskusi Penggunaan Dana Otsus mengatakan, Blueprint Pengelolaan dan Penggunaan Dana Otsus Aceh targetnya akan ditetapkan tahun ini.

Pernyataan Kepala Bappeda Aceh itu tentu saja mengejutkan 35 peserta yang hadir dalam forum diskusi. Karena, sudah enam tahun Aceh menerima kucuran dana otsus, tapi gubernur bersama DPRA belum membuat blueprint atau buku petunjuk pengelolaan dana tersebut.

Menurut Abubakar Karim, untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau penyelewenngan sisa anggaran dana otsus yang belum terpakai pada akhir tahun nanti, maka mulai 2013 ini sisa anggaran (silpa) dana otsus yang belum terpakai akan dipisah dari sisa anggaran lainnya.

Kepala Bappeda Aceh itu menjelaskan, setelah perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2008 menjadi Qanun Nomor 2 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otsus, rasio pembagian persentase dana otsus telah berubah.

Sebelumnya 40 persen provinsi, 60 persen kabupaten/kota. Sekarang terbalik, 60 persen provinsi dan 40 persen kabupaten/kota.

Usulan perubahan rasio pembagian dana otsus itu dilakukan Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah kepada DPRA karena beban belanja pembangunan yang harus dipikul Pemerintah Provinsi setiap tahunnya terus meningkat.

Contohnya, pada tahun anggaran 2013, dari Rp 6,2 triliun dana otsus yang akan diterima Provinsi Aceh, provinsi mengelola Rp 3,248 triliun. Dari jumlah itu, sebesar Rp 2,218 triliun telah digunakan untuk pembiayaan program rutin tahunan prorakyat. Antara lain, program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), sebesar Rp 419,1 miliar, Bantuan Keuangan Pemakmu Gampong (BKPG) Rp 451,5 miliar, dana bantuan pendidikan (beasiswa) bagi anak yatim, yatim piatu Rp 421,4 miliar, beasiswa bagi Perguruan Tinggi Rp 73 miliar, dana kesejahteraan guru Rp 170 miliar, beasiswa mahasiswa, dana BOS SMA/SMK Rp 550 miliar, untuk guru kontrak Rp 52,6 miliar, dan program keberlanjutan perdamaian Rp 79,8 miliar.

Sisanya, Rp 1,030 triliun lagi digunakan untuk pelaksanaan program reguler 54 SKPA. Misalnya, untuk pembiayaan 14 program jalan tembus, bangun dan rehab jaringan irigasi, waduk, bangun rumah duafa, penyaluran bantuan bibit padi, kedelai, jagung, sapi, bibit tanaman perkebunan, pupuk, obat-obatan, bantuan traktor, buat boat tangkap ikan nelayan dan lainnya.

Sedangkan 40 persen lagi, yaitu Rp 2,48 triliun disalurkan ke kabupaten/kota secara tunai, sesuai dengan tahapan dana otsus yang diterima Pemerintah Aceh dari pemerintah pusat. Dana otsus yang ditransfer ke daerah itu digunakan untuk pembiayaan pelaksanaan berbagai proyek usulan kabupaten/kota yang dimasukkan ke dalam APBA.

Anggota Jaringan Peduli Anggaran (JAA) Aceh, Abdullah mengatakan, diskusi yang dilaksanakan itu bertujuan untuk mengkaji sejauh mana perbaikan pengelolaan dan penggunaan dana otsus di Aceh setelah perubahan Qanun Nomor 8/2008 menjadi Nomor 2/2013. Juga untuk mendalami akar masalah dari hasil temuan BPK RI, kenapa ada dana otsus sebesar Rp 5,1 triliun yang penggunaannya belum tepat sasaran.

“Berdasarkan diskusi ini, blueprint penggunaan dana otsus perlu segera dibuat dan disahkan gubernur bersama DPRA agar apa yang ingin dicapai dalam penggunaan sisa dana otsus yang tinggal 13 tahun lagi bisa memberikan kemakmuran, kesejahteraan, keadilan serta kedamaian bagi masyarakat Aceh pada tahun 2027 nanti,” demikian Abdullah.

Sumber: Acehtribunnews | Acehtraffic
 
Top