NEWS OBSERVASI - Sebuah pengadilan Bangladesh hari ini menjatuhi hukuman mati kepada
setidaknya 150 tentara dan memenjara ratusan tentara lainnya atas
keterlibatan mereka dalam pemberontakan pada 2009, di mana sejumlah
perwira tinggi dibantai.
Sebanyak 823 tentara didakwa dalam kasus pemberontakan itu, di mana
74 orang di antaranya termasuk perwira dibacok sampai mati, disiksa atau
dibakar hidup-hidup sebelum tubuh mereka dibuang ke selokan dan kuburan
dangkal, seperti dilansir stasiun televisi France 24, Selasa (5/11).
Pengadilan khusus menyatakan bersalah dan menjatuhi hukuman mati
kepada 150 tentara terkait peristiwa itu, yang dipicu oleh rendahnya
gaji dan buruknya kondisi pasukan paramiliter bersenjata Bangladesh
(BDR) yang berpatroli menjaga perbatasan negara.
"Setidaknya 150 tentara BDR dihukum mati atas pembantaian perwira
angkatan darat," kata Jaksa Penuntut Baharul Islam, di luar ruang sidang
yang digelar di Ibu Kota Dhaka.
Setidaknya sebanyak 400 tentara lainnya dijatuhi hukuman penjara
antara seumur hidup hingga beberapa tahun atas keterlibatan mereka dalam
pemberontakan itu. Sementara sekitar 270 tentara dibebaskan.
"Kejahatan itu begitu mengerikan hingga mayat para korban pun tidak
mendapatkan hak-haknya," ujar Hakim Muhammad Akhtaruzzaman saat
membacakan putusan.
Ke-823 tentara itu didakwa dengan tuduhan pembunuhan, penyiksaan,
konspirasi, dan dakwaan lainnya dalam pemberontakan yang berlangsung
selama 30 jam, yang diawali dari markas BDR di Dhaka dan kemudian
menyebar ke markas-markas lain di seantero Bangladesh.
Sekitar enam ribu tentara sudah diadili dalam puluhan pengadilan
khusus terkait peristiwa pemberontakan yang menyebabkan 74 orang tewas,
termasuk 57 perwira tinggi angkatan darat.
Sebuah penyelidikan resmi yang dilakukan menyebutkan peristiwa
tersebut dipicu oleh kemarahan terpendam selama bertahun-tahun akibat
diabaikannya permintaan kenaikan gaji dan perbaikan kesejahteraan dari
para tentara biasa, yang tidak menyukai atasan mereka yang bergaji lebih
layak.
Hakim mengatakan bahwa para tentara itu selayaknya diberi gaji yang
lebih baik dan hak-haknya untuk meredakan kemarahan mereka. Dia juga
menjelaskan bahwa para tentara ini bahkan tidak mampu menyekolahkan
anak-anak mereka di sekolah milik militer. (merdeka)