Advertistment

 

NEWS OBSERVASI : Australia, adalah salahsatu negara yang paling besar memberi bantuan, saat tsunami melanda Aceh, 26 Desember 2004 lalu. Mungkin karena itu, berita mengenai progress pembangunan setelah tsunami, bahkan berita pasca tsunami lain, menarik perhatian mereka.

Seperti tulisan yang diposting Australian News Network, Jumat (8/8) hari ini. berjudul “Raudhatul Jannah Dihanyutkan Tsunami 2004, Berkumpul Kembali Dengan Orangtuanya” dan dikutip ABC Australia. Satu dekade setelah dianggap tewas oleh tsunami, ternyata Raudhatul Jannah ditemukan kembali, di bawah asuhan seorang ibu di Susoh, Aceh Barat Daya.


Ceritanya, saat tsunami melanda Aceh Barat, 26 Desember 2004, Raudhatul Jannah — waktu itu berusia 4,5 tahun — dan abangnya Arif Pratama Rangkuti yang berusia 7 tahun, dihantam dan diseret arus tsunami. Mereka bergayut di atas bilahan papan, yang kemudian menghanyutkan mereka ke kepulauan di sekitar Pulau Banyak, Aceh Singkil. “Itu saat terakhir saya melihat mereka berdua, di atas bilah papan keduanya diseret gelombang tanpa bisa saya bantu,” kenang Septi Rangkuti (52), sang ayah Raudhatul Jannah.


Keduanya lalu “berlabuh” di pantai kepulauan Banyak, dan ditemukan oleh seorang nelayan Susoh, Abdya.  Keduanya kemudian dibawa pulang ke Susoh, dan diberikan ke pada dua orang yang berbeda. Raudhatul Jannah kemudian diasuh seorang ibu tua, dan abangnya dikabarkan telah dibawa ke Medan dan diasuh oleh orang lain. Arif yang kini 17 tahun belum ditemukan.
Raudhatul Jannah, yang kemudian berganti nama menjadi Weniati (14) menjadi salah seorang warga Susoh, oleh takdir tsunami, yang menewaskan lebih 200 ribu orang, di Aceh, waktu itu. “Raudhah dibawa ke Blang Pidie (Abdya) sementara abangnya dibawa entah kemana. Kata yang mengasuh Raudhah abangnya dibawa ke Medan, tapi tidak tahu di mana keberadaannya. Saat ini yang usianya sekitar 17 tahun,” kata Jamaliah, sang ibu.
Weni, walau 14 tahun usianya namun masih duduk di bangku kelas IV Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Pauh Padang, Susoh, Abdya. Di luarjam sekolah, ia bekerja mencari kerang (lokan) dan plastik bersama ibu asuhnya untuk membiayai sekolah. “Abang saya yang bertemu dan pernah bermimpi menemukan Raudhah. Saat ia temukan, ia lihat Raudhah mirip saya, dan ditanyakan dari mana asalnya kemudian diberitahu anak tsunami. Langsung abang saya yakin, itu Raudhah,” ujar Jamaliah.
Raudhah, atau Weni kemudian dijemput oleh kedua orang tuanya beserta aparat Desa Pangong, Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat pada Selasa (6/8) lalu. Kepulangan anak yang 10 tahun menghilang menimbulkan suasana haru, tak saja bagi keluarga mereka, tapi juga mengharu-birukan masyarakat lingkungan mereka berada di Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh.


Weniati yang ditanyai wartawan belum bisa berbicara banyak, terlihat wajah ceria di mukanya setelah menyimpan rindu pada orangtua dan saudaranya hampir 10 tahun. Kedua orang tua Raudhah kini tingal di Kabupaten Padang Luwas, Sumut. Mereka hijrah dari Aceh satu tahun setelah tsunami, karena sudah tidak ada harta benda yang tinggal, serta membawa satu orang anak bernama Azhari, yang bisa diselamatkan, waktu itu.


“Begitu kami dengar ada informasi dari abang saya yang ada di Blang Pidie, kami kembali dan mencari tahu, sudah sebulan kami coba cek ke sana dan ternyata saat saya tanyakan langsung ke ibu asuhnya, membenarkan bahwa Weni adalah anak hanyut tsunami yang dipelihara,” katanya menambahkan. Kini, mereka merindukan Arif Pratama, yang bersama Raudhah dalam sebilah papan, ditemukan nelayan di sebuah pulau, dan terpisah tanpa bisa melawan takdir. Satu di Susoh di asuh seorang ibu tua, satu lagi – kabarnya — dibawa ke Medan diasuh oleh orang lain. Di manakah, kamu Arif? 
 
Top