Oleh : Ody Yunanda
Aceh telah copot dari marwah sepanjang sejarah bersimbah darah, sejarah pahit terus berulang , generasi kocar - kacir seakan - akan tanpa hirauan dan kepedulian kebersamaan sudara,
Intern Aceh musnah seacara perlahan, darah terus menerus bersimpah
seakan datangnya hari Qurban di Idhul Adha, Qurban sesungguhnya hanya terdapat pada
penyembelihan hewan dengan adanya paradiqma ikhwanul muslimin yang
dilatarbelakangi oleh sejarah Nabi Ibrahim dengan anaknya Ismail.
Adakah terminal
aman bagi bangsa Aceh? Telah lama unsur huru hara terjadi di Aceh, kemana dan
siapa yang bertanggung jawab, apakah ini perang saudara sesama, seaqama dan
sekeyakinan? Apakah tergolong perjuangan fisabilillah? Apakah ini hanya
perebutan kekuasaan atau melawan keadilan terhadap kedhaliman? Masyarakat
kembali dapat mereview masing-masing terhadap persoalan yang dihadapi, Aceh
lagi-lagi copot jantung dan bersimpah darah terhadap batu hantaman yang tak
disangka-sangka, tragis isak tangis anak kecil yang tak berdosa dan memang sudah
menjadi resiko sebuah Negeri yang tak kondusif aman, sungguh sayang dan patut
lah diberi belas kasihan kepada anak-anak yang telah hilang orang tua yang tak
berujung kembali pulang kepangkuannya.
Generasi muda mudi
dan anak-anak di Aceh harus dirilis kembali pada persoalan kehidupan dan
pendidikan mereka, biar pun telah copot jantung dan telah dilihat yang tak
sepatutnya dialami oleh anak-anak kecil Bangsa Aceh, biarlah hilang kenangan
pahit yang tak harus dikenang, Generasi mesti selalu harus dalam pantauan dan
bimbingan sesama baik masyarakat maupun peran pemerintah, mudah-mudahan dengan
ada arahan dan bimbingan Aceh tak lagi copot jantung dan bersimpah darah.
Penulis: Ody Yunanda
President directur News Observasi