Advertistment

 

@facbook Malinda Nurulhuda
ketika takut mengeluarkan air mata, ketika tetap teguh menutup telinga rapat-rapat dari suara yang menghantam-hantam sanubari, ketika tetap bungkam seribu bahasa dari kenyataan pahit. ketika itu pula aku telah bersikap egois pada diriku sendiri.
Berpura-pura tidak tahu-menahu apa yang terjadi saat ini. saat yang paling menyakitkan dari sekian banyaknya "saat-saat" yang terlupakan olehku.
Meringis sendiri menahan sakitnya. "ingin" menangis tapi "tidak ingin".
membohongi diri sendiri itu ternyata sulit. dan akhirnya... dengan segenap perasaan yang kupunya...dengan airmata yang sedari tadi terbendung...
kini pecah membahana dan beranak sungai.

Apalah mau dikata. duka tetaplah duka. derita tetaplah derita. cobaan pastilah ada.
Menutup mata dengan apa yang telah terjadi dan tidak bisa menerima kenyataan adalah "kebohongan" paling besar yang kulakukan.
Berandai-andai sakit ini tidak mengorek-ngorek kenangan yang tertanam didalamnya. berandai-andai perihnya tidak akan meraba-raba sampai relung hati. berandai-andai hati ini tidak terkoyak-koyak karena pedihnya derita yang kusembunyikan terus menerus.
tapi itu hanya "andai".
"andai" yang mungkin tak bisa ku capai. "andai" yang nyatanya akan menyakitiku dan membuat berdarah memori itu.
Semilir angin bagaikan angin duka yang serasa seperti topan. menghantam, menghancurkan, menerbangkan perasaan yang buktinya tiada utuh lagi...
tak bisa lari. aku masih tak bisa lari dari kenyataannya. dan mungkin MEMANG tak diperbolehkan untuk lari.

tulisan Malinda Nurulhuda, 
dikutip dari Facbook Malinda Nurulhuda
@Uus Productions 2014

 
Top