Banda Aceh, NEWS OBSERVASI: Aceh di bawah kepemimpinan Zaini Abdullah diminta untuk terus mengejar aturan turunan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang masih menghambat di Pemerintah Pusat. Selama ini, Pemerintah Pusat dinilai seperti menghambat aturan turunan tersebut padahal sebelumnya telah disepakati dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki 2005 lalu. "Pusat terlihat ikhlas, tapi tak rela menyetujui aturan turunan tersebut," ujar Anggota DPRA Asrizal H.
Asnawi kepada ATJEHPOST.co, Jumat malam, 7 November 2014. Ia berharap Pemerintah Aceh terus melakukan upaya diplomasi dengan Pusat terkait hal tersebut. Apalagi kondisi politik hubungan Aceh dengan Pusat saat ini berbeda. "Saat ini kita ketahui kondisi politik di Aceh berbeda usai pemilihan presiden lalu. Kita juga tahu ada dua kubu dalam pemilihan kemarin, dan kubu yang didukung Gubernur Aceh berhasil menjadi pemenang. Ini saya rasa bisa menjadi nilai tawar politik Aceh di Pusat," katanya.
Di sisi lain, Asrizal menilai Aceh juga memiliki perwakilan di Pusat dengan adanya putra daerah di Kabinet Kerja Jokowi-JK. "Sofyan Djalil sebagai Menteri Perekonomian dan Fery Mursyidan Baldan sebagai Menteri Agraria. Belum lagi Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga dekat dengan Aceh. Ini yang membedakan peta politik Aceh dengan Pusat," katanya. Politisi PAN tersebut juga mengatakan memasuki 10 tahun perdamaian antara GAM-RI seharusnya aturan turunan UUPA sudah diberikan. "Apalagi menyangkut kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Nyoe han jeut direm lee Jokowi.
Kita berharap poin-poin seperti kesejahteraan rakyat inilah yang harus dikejar, kecuali (poin) yang bersifat politis. Itu pasti ada alasan lain," ujarnya. Selama ini, kata Asrizal lagi, Pemerintah Aceh terlalu fokus pada lambang dan bendera Aceh. Menurutnya poin ini akan sulit dikabulkan Pusat karena bersifat politis. "Jangan sampai UUPA dibredel gara-gara ini," katanya.(Atjehpost)