Advertistment

 

NEWSOBSERVASI: Sebuah tulisan berjudul "Gubernur Aceh Yampar Jokowi" menarik perhatian pengguna media sosial (medsos). Tulisan yang diposting melalui ttp://jambomuhajir.blogspot.com/2014/12/gubernur-aceh-tampar-jokowi.html itu, berisi cerita tentang mimpi penulis.
Berikut isinya:
"Sebuah tamparan keras sukses mendarat di pipi kurus presiden yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDI-P). Jusuf Kalla yang duduk disamping Jokowi tidak sempat melihat adegan itu. Serba begitu cepat. Pampampres pun tidak sempat melihatnya."
Sepertinya kesabaran Zaini Abdullah sudah hilang. Matanya memerah. Nafasnya naik turun. Tangannya gemetar. Tiba-tiba dia bangkit dari tempat duduk dan menuju -dengan langkah cepat seperti Flash di film- tempat duduk Presiden RI, Joko Widodo.
Plak!
Sebuah tamparan keras sukses mendarat di pipi kurus presiden yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDI-P). Jusuf Kalla yang duduk disamping Jokowi tidak sempat melihat adegan itu. Serba begitu cepat. Pampampres pun tidak sempat melihatnya.
Indonesia dibuat malu. Peristiwa itu terjadi saat pertemuan Presiden RI dengan seluruh Gubernur yang ada di Indonesia. Disorot oleh ratusan kamera media. Tentu saja, Zaini langsung diringkus oleh Pampampres. Dia sempat melawan. Tapi apalah daya seorang tua dihadapan lelaki terlatih yang diciptakan sebagai mesin perang itu.
“Dasar presiden neolib. Rugi aku mendukung engkau. Kepercayaan rakyat kugadaikan, hanya demi mendukungmu!,” Kata Zaini.
Jokowi masih melongo. Dia masih belum sempat berpikir. Kejadiannya begitu cepat.
“Sia-sia seluruh Indonesia mendukungmu. Rupanya kau sama saja dengan presiden lainnya. Tak bisa dipercaya. Tidak amanah!,” Tambah Zaini.
Paham akan penyebab kemarahan Zaini, Jokowi meminta kepada Pampampres untuk tidak membawa keluar mantan juru runding GAM itu. “Biarkan dia selesai dulu,” Perintah Jokowi.
Melihat ada kesempatan. Zaini pun mulai bicara. Bahwa harapan rakyat dan dirinya dalam memilih Jokowi karena dia dianggap kandidat paling merakyat. Tidak elitis dan berasal dari luar lingkar kekuasaan Jakarta. Tapi harapan itu menjadi sia-sia. Tak satupun kebijakan Jokowi yang mendukung keistimewaan -lex specialis- Aceh.
Harapan untuk dapat mengelola migas di luar kewenangan umum masih berupa perjuangan panjang. Bendera dan lambang Aceh tidak disetujui sesuai dengan keinginan (rakyat) yang diwakili oleh DPRA. Juga tidak dibukanya itikad baik Jakarta terkait dengan KKR Aceh.
“Itu baru Aceh. Lanjutkan!,” Teriak Gubernur Papua dan Papua Barat.
“Aceh ceubeuh!,” Teriak Gubernur Lampung.
“Aceh pungo!,” Teriak Gubernur Jawa Barat.
“Lantak laju!” Teriak Gubernur Sumatera Utara yang secara diam-diam menjadi suporter fanatik Persiraja.
“Oh itu toh. Itukan bukan urusan saya,” Jawab Jokowi sambil tersenyum. Kemudian –dengan kebaikan hati Jokowi- Zaini dibebaskan. Semua hadirin berdiri dan bertepuk tangan.
***
Saya terbangun ketika sebuah sms masuk. Saya membuka handphone.

//Bi, sudah bangun dan shalat subuh ?//
Oh. Rupanya tadi saya sedang bermimpi. (sp)
 
Top