Aceh Besar,NEWS OBSERVASI: Sosok Junaidi (38)
tahun yang memiliki prinsip pantang menyerah apa lagi
menjadi peminta-minta (pengemis). Dengan keterbatasan fisik cacat
kedua kakinya tidak berfungsi semenjak lahir.
Saat ditemui NEWS OBSERVASI, di Gampong Lamsod, Kecamatan Darul Kamal, Kabupaten Aceh Besar, begitu murah senyum yang saban hari selalu ditemani becak dayung.
"Becak dayung ini sudah saya pakai sejak Tahun 1986 atau berusia 29 Tahun," ujarnya.
Keterbatasanya itu tidak pernah membuat putus asa, namun, semangat hidupnya dan bekerja keras ditekuninya. Jangankan menyusahkan keluarga dan orang lain, untuk kebutuhan sehari-hari saja mengambil hasil dari kebun milik orang yang ia jaga untuk berkebun, seperti kelapa, nangka dan cabe.
"Hasil kebun yang saya petik bisa dijual kepada pedagang, sehingga, uangnya dapat untuk belanja," ungkapnya.
Baginya, becak dayung sangat berharga, kemanapun pergi mendayungnya dengan tangan. Ia bersyukur masih memiliki kedua tangannya, sebagai pengganti kaki untuk bertumpu.
"Alhamdulillah, walau tidak memiliki kaki, tapi masih bisa menggunakan kedua tangan untuk bekerja dan mendayung becak," jelasnya, sambil
tersenyum.
Menurut pria kelahiran 1977 ini, punya rencana berumah tangga tapi masih dalam mempertimbangkan waktu yang tepat dan tidak terburu-buru.
Dedi panggilan akrabnya, merupakan anak ketujuh (bungsu) dari tujuh bersaudara. Saat ini ia tinggal bersama kakaknya yang tua.
"Saya memiliki abang tiga orang dan kakak tiga. Semuanya sudah berkeluarga," ucapnya.
Junaidi yang tidak sama dengan keluarga lain, yang punya kedua orang tua. Namun, sejak berusia 1.5 bulan ayahnya meninggal dunia. Dan ketika berusia 20Tahun ibunda tercintapun kembali kepangkuan ilahi rabbi.
Becak dayung sangat berharga bagi Junaidi, bahkan pengalaman yang tidak bisa dilupakan 3 kali jatuh dari Becak miliknya itu. Dibelinya seharga Rp 100 ribu.
"Saya harus kuat dan mandiri tidak boleh cengeng," kata dia.
Junaidi Tahun 2003 sempat menamatkan pendidikan di SMA Adi Dharma Kampung Mulia. Saat itu tinggal di panti asuhan Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC)
Yang membanggakan, meski fisik terbatas, namun pernah mengikuti Lombase agame olahraga kursi roda ditingkat Nasional Tahun 2008, di TMII Jakarta, yang memperoleh juara 2 dan pada Tahun 2009 lomba olahraga
kursi roda berhasil meraih juara harapan III di Gelora Bungkarno (GBK) Jakarta.
Saat ini, ia sangat membutuhkan becak mesin supaya bisa ke gunung dan kesawah potong rumput untuk makanan kambing. Bahkan, becak dayung ini untuk mencari makanan kambing yang sudah tujuh ekor.
"Saya tidak mau banyak duduk, bekerja apa yang bisa dilakukan dan disuruh orang lain," imbuhnya.
Junaidi, tidak pernah melihat kekurangan fisik sebagai penghalang. Semangat hidupnya begitu tinggi meski jauh perhatian dari pemerintah.
"Saya pernah buat proposal kepada pemerintah tapi tidak pernah dibantu," pungkasnya.
Dengan kondisi kaki yang cacat, ia pantang mengadahkan tangan meminta-minta untuk berharap belasan kasihan orang lain.
"Saya pernah diajak kawan mencari rezeki ke Kota Banda Aceh dengan cara meminta-minta. Tapi, salah tidak mau. Seandainya tangan ini putus bersama kaki. Tetap tidak mau jadi pengemis," ucapnya dengan tegar.
Disesalkan, banyak ditemui orang yang sehat dan kuat dari dirinya menjadi seorang pengemis. Biarlah, menjadi orang biasa dan alangkah baiknya tidak dengan cara mengemis.(Darwin/Ody)
Saat ditemui NEWS OBSERVASI, di Gampong Lamsod, Kecamatan Darul Kamal, Kabupaten Aceh Besar, begitu murah senyum yang saban hari selalu ditemani becak dayung.
"Becak dayung ini sudah saya pakai sejak Tahun 1986 atau berusia 29 Tahun," ujarnya.
Keterbatasanya itu tidak pernah membuat putus asa, namun, semangat hidupnya dan bekerja keras ditekuninya. Jangankan menyusahkan keluarga dan orang lain, untuk kebutuhan sehari-hari saja mengambil hasil dari kebun milik orang yang ia jaga untuk berkebun, seperti kelapa, nangka dan cabe.
"Hasil kebun yang saya petik bisa dijual kepada pedagang, sehingga, uangnya dapat untuk belanja," ungkapnya.
Baginya, becak dayung sangat berharga, kemanapun pergi mendayungnya dengan tangan. Ia bersyukur masih memiliki kedua tangannya, sebagai pengganti kaki untuk bertumpu.
"Alhamdulillah, walau tidak memiliki kaki, tapi masih bisa menggunakan kedua tangan untuk bekerja dan mendayung becak," jelasnya, sambil
tersenyum.
Menurut pria kelahiran 1977 ini, punya rencana berumah tangga tapi masih dalam mempertimbangkan waktu yang tepat dan tidak terburu-buru.
Dedi panggilan akrabnya, merupakan anak ketujuh (bungsu) dari tujuh bersaudara. Saat ini ia tinggal bersama kakaknya yang tua.
"Saya memiliki abang tiga orang dan kakak tiga. Semuanya sudah berkeluarga," ucapnya.
Junaidi yang tidak sama dengan keluarga lain, yang punya kedua orang tua. Namun, sejak berusia 1.5 bulan ayahnya meninggal dunia. Dan ketika berusia 20Tahun ibunda tercintapun kembali kepangkuan ilahi rabbi.
Becak dayung sangat berharga bagi Junaidi, bahkan pengalaman yang tidak bisa dilupakan 3 kali jatuh dari Becak miliknya itu. Dibelinya seharga Rp 100 ribu.
"Saya harus kuat dan mandiri tidak boleh cengeng," kata dia.
Junaidi Tahun 2003 sempat menamatkan pendidikan di SMA Adi Dharma Kampung Mulia. Saat itu tinggal di panti asuhan Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC)
Yang membanggakan, meski fisik terbatas, namun pernah mengikuti Lombase agame olahraga kursi roda ditingkat Nasional Tahun 2008, di TMII Jakarta, yang memperoleh juara 2 dan pada Tahun 2009 lomba olahraga
kursi roda berhasil meraih juara harapan III di Gelora Bungkarno (GBK) Jakarta.
Saat ini, ia sangat membutuhkan becak mesin supaya bisa ke gunung dan kesawah potong rumput untuk makanan kambing. Bahkan, becak dayung ini untuk mencari makanan kambing yang sudah tujuh ekor.
"Saya tidak mau banyak duduk, bekerja apa yang bisa dilakukan dan disuruh orang lain," imbuhnya.
Junaidi, tidak pernah melihat kekurangan fisik sebagai penghalang. Semangat hidupnya begitu tinggi meski jauh perhatian dari pemerintah.
"Saya pernah buat proposal kepada pemerintah tapi tidak pernah dibantu," pungkasnya.
Dengan kondisi kaki yang cacat, ia pantang mengadahkan tangan meminta-minta untuk berharap belasan kasihan orang lain.
"Saya pernah diajak kawan mencari rezeki ke Kota Banda Aceh dengan cara meminta-minta. Tapi, salah tidak mau. Seandainya tangan ini putus bersama kaki. Tetap tidak mau jadi pengemis," ucapnya dengan tegar.
Disesalkan, banyak ditemui orang yang sehat dan kuat dari dirinya menjadi seorang pengemis. Biarlah, menjadi orang biasa dan alangkah baiknya tidak dengan cara mengemis.(Darwin/Ody)