Advertistment

 

Lhokseumawe, NEWSOBSERVASI: Sebagai kota yang pernah dikenal dengan sebutan Kota Petro Dolar, karena mampu menghasilkan gas alam terbesar di dunia, Lhokseumawe memang tidak terlepas dari berbagai persoalan, meskipun saaat ini sedang digalakkannya penerapan Syariat Islam.

Sehingga mulai melahirkan gejala-gejala social,  salah satunya adalah ‘bisnis’ protitusi yang dilakukan oleh pelajar, mulai dari pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga mahasiswi.

Para wanita-wanita tersebut, umumnya melancarkan aksinya dengan cara terselubung dan tidak berpakaian yang sangat mencolok. Penampilan mereka sama seperti orang lain, menggunakan jilbab dan baju yang panjang, sehingga banyak yang tidak tahu kalau mereka memiliki profesi ganda.

Umumnya mereka terjerumus kedalam dunia hitam itu, akibat himpitan ekonomi dan banyak juga ditemukan karena  keluarganya broken home, serta ingin menikmati kehidupan yang mewah, alasan  itu  menjadi alasan awal bagi mereka, yang kemudian terbawa dalam dunia pelacuran.

Begitulah kesaksian yang diperoleh NEWS OBSERVASI saat menemui “D”, pria tersebut berprofesi sebagai penghubung atau istilah kasarnya Agen bagi para   wanita  yang mau melayani kebutuhan  birahi laki-laki.

ia bercerita selain mahasiswa, juga banya siswi-siswi SMP favorit di Kota Lhokseumawe yang terjun kedalam bisnis hitam itu. Bahkan siswi-siswi SMP itu bisa dibawa keluar daerah.

“Banyak anak SMP yang bisa dipakai, abang pilih aja mana yang mau,” ujar “D” sambil menunjuk kearah gadis-gadis belia itu.

Mengenai persoalan harga, “D” menceritakan tidak terlalu mahal, untuk sekali tidur dengan gadis yang masih SMP itu, biayanya hanya sekitar Rp. 200 ribu sampai Rp.300. Selain menggunakan duit, para para pekerja seks terselubung ini juga dapat dibarter  dengan sabu-sabu atau yang sering disebut “STP”.

Untuk gadis yang masih perawan, harganya sedikit mahal karena tidak mudah mencari gadis yang masih perawan untuk menjajakan dirinya. “Kalau yang masih perawan mahal bg,” tutur “D”.

Fenomena ‘bisnis’ prostitusi di Kota Lhokseumawe sepertinya tidak akan padam, walau berbagai aturan tentang syariah terus digiatkan oleh pemerintah Kota tersebut. 

Selain karena masalah terhimpitnya ekonomi, persoalan keluarga, kekekecewaan menjadi penyebab jalannya ‘bisnis’ prostitusi dikota Pantai itu. (Ody Yunanda)
 
Top