OBSERVASI _ Penurunan
bendera Aceh oleh TNI/Polri di berbagai sudut Kota Lhokseumawe, dinilai Ketua
Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Pase, Tgk Zulkarnaini bin Hamzah, sebagai
sebuah keputusan gegabah dan tidak bijaksana.
“Seharusnya lebih awal
dilakukan koordinasi dengan pihak terkait, mengingat bendera itu ada pemilik
resminya. Nah, kalau bendera itu ada pemiliknya, maka tentulah harus dilakukan
koordinasi, tidak dilakukan semena-mena pada tengah malam,” ujar pria yang akrab
disapa “Teungku Ni” ini kepada di Lhokseumawe, Jumat (2/8).
Menurutnya, bendera Bintang
Bulan yang diturunkan itu, selain di Simpang Kutablang juga di Kandang dan
beberapa tempat lainnya. Malah ada di antara bendera itu yang dirobek.
“Termasuk di halaman rumah saya ikut dicopot tengah malam. Kebijakan seperti
terkesan arogan dan tak bertata krama. Padahal di sini ada bupati dan pihak
lainnya yang patut diajak bermusyawarah. Mestinya agar tidak memancing masalah
baru, sebaiknya penurunan bendera itu dilakukan dengan cara-cara bijaksana dan
bermartabat,” imbuh Tgk Ni.
Disesalkan
Di Banda Aceh, anggota Komisi A DPR Aceh, Abdullah Saleh SH menyesalkan tindakan aparat TNI/Polri yang menurunkan bendera Aceh dengan cara-cara yang kesannya seperti dalam suasana perang. “Bendera itu jangan dipandang sebagai bendera GAM lagi. Itu adalah bendera Aceh, sebab sudah ditetapkan dalam Qanun Aceh,” imbuhnya. Kalau misalnya TNI/Polri berbeda persepsi dalam melihat Qanun tentang Bendera dan Lambang Aceh, kata Abdullah Saleh, maka ada mekanisme untuk menyelesaikannya. TNI/Polri dan Pemerintah Aceh (gubernur) adalah unsur dari perpanjangan tangan pemerintah pusat. Jadi, jangan sampai saling menjegal. Baik itu TNI maupun Polri sebetulnya dapat menyampikan dan membicarakannya bersama Gubernur Aceh. Tapi sampai saat ini belum ada satu kesepakatan untuk mengambil langkah-langkah persuasif (untuk menertibkannya). Dalam pertemuan pemerintah pusat dengan Pemerintah Aceh, menurutnya, memang disebutkan untuk tidak mengibarkan dulu bendera Aceh yang rencananya akan di-launching pada 15 Agustus 2013 dan perlu dilakukan cooling down dulu. Tapi itu bukan dalam pengertian dilucuti. Cooling down yang dimaksud adalah dalam rangka meredam ketegangan. Tapi dengan tindakan penurunan nendera Aceh seperti ini justru makin menimbulkan ketegangan. “Saya sudah bicarakan dengan Gubernnur dan Ketua DPRA untuk melakukan rapat koordinasi dengan Pangdam Iskandar Muda dan Kapolda Aceh. Kalaupun memang ada bendera Aceh yang sudah dikibarkan, sebaiknya dilakukan dengan cara-cara persuasif, tidak represif yang kesannya seperti mau perang saja,” sindir Abdullah Saleh.
Sumber: Serambi
Photo : Ody yunanda