Cukuplah
beliau dipermalukan dengan runut sejarah kewalian Aceh yang tidak logis itu.
kemudian juga dengan tidak adanya kewajiban baca Quran. Jangan
tambah lagi dengan rencana alokasi anggaran mencapai Rp 50 miliar. Mari kita
jaga WN Malik Mahmud Al-Haytar dari segala fitnah. Mari jaga kredibilitas
beliau, agar nanti rakyat tidak memanggil Yang Mulia Wali Nanggroe sebagai Wali
50 miliar,"
Muhajir Juli |
news OBSERVASI: Bicara
Wali Nanggroe (WN) Aceh versi MoU Helsinki, merupakan bahasan yang tidak
kunjung selesai dengan kontroversi. Mulai dari runut sejarah kehadiran WN versi
DPRA yang penuh tipu sejarah, tidak adanya uji baca Quran, sampai dengan
rencana pelantikan yang direncanakan akan menggunakan APBA sebesar RP 50
miliar
Seperti biasa, tulisan saya tentang WN bukan bermaksud menghujat baik personal
maupun institusi Lembaga WN. Namun, sebagai komponen bangsa ini, saya punya
kewajiban untuk memberikan kontribusi pemikiran kepada para manusia yang telah
berupaya ‘mengkultuskan’ WN secara berlebihan.
Kembali ke topik utama, baru-baru ini, DPRA mengusulkan anggaran sebesar RP 50 miliar untuk prosesi pelantikan WN yang gelar itu akan disandang oleh Pemangku WN, Malik Mahmud Al-Haytar.
Adnan Beuransyah, salah seorang politisi Partai Aceh yang begitu getol bersuara di DPR Aceh, kepada media menyebutkan bahwa anggaran 50 miliar itu akan digunakan untuk persiapan, pakaian panitia, pelaksanaan seminar ataupun simposium, dan lain sebagainya.
"Panitianya kan banyak. Dana itu juga digunakan untuk zikir akbar, serta kenduri raya serta menjamu makan masyarakat. Kalau lima juta penduduk Aceh, satu juta yang hadir kan harus diberi makan," kata dia.
Menurut Adnan, angka Rp50 miliar tersebut merupakan usulan maksimum. Namun, semuanya tergantung anggaran yang disediakan Pemerintah Aceh.
"Kami hanya mengusulkan. Semuanya tergantung biaya yang disediakan Pemerintah Aceh. Jadi, usulannya harus maksimal. Kalau tidak, nanti kepepet, susah jadinya. Nantinya, kalau dananya lebih, tentu menjadi silpa," ungkap Adnan Beuransyah.
Membaca kutipan berita diatas, secara jelas bahwa DPRA tidak punya visi kerakyatan saat meramu jumlah anggaran untuk pelantikan WN. Mengapa? Ditengah keterpurukan ekonomi rakyat, orang-orang politik yang ada di parlemen, dengan sesuka hati mengalokasikan anggaran yang fantastis untuk melantik seorang pemangku adat.
Seharusnya DPR jangan lupa bahwa angka kemiskinan di Aceh pada tahun 2013 mencapai 17,60 persen. Ditambah lagi angka pengangguran sebesar 8,38 persen.
Sebagai lembaga perwakilan rakyat-terlepas pantas atau tidak, DPR Aceh seharuslah peka dan jujur pada kondisi. Aceh masih dibekap kemiskinan, rakyat Aceh masih banyak yang dibekap tuna karya.
Kembali ke topik utama, baru-baru ini, DPRA mengusulkan anggaran sebesar RP 50 miliar untuk prosesi pelantikan WN yang gelar itu akan disandang oleh Pemangku WN, Malik Mahmud Al-Haytar.
Adnan Beuransyah, salah seorang politisi Partai Aceh yang begitu getol bersuara di DPR Aceh, kepada media menyebutkan bahwa anggaran 50 miliar itu akan digunakan untuk persiapan, pakaian panitia, pelaksanaan seminar ataupun simposium, dan lain sebagainya.
"Panitianya kan banyak. Dana itu juga digunakan untuk zikir akbar, serta kenduri raya serta menjamu makan masyarakat. Kalau lima juta penduduk Aceh, satu juta yang hadir kan harus diberi makan," kata dia.
Menurut Adnan, angka Rp50 miliar tersebut merupakan usulan maksimum. Namun, semuanya tergantung anggaran yang disediakan Pemerintah Aceh.
"Kami hanya mengusulkan. Semuanya tergantung biaya yang disediakan Pemerintah Aceh. Jadi, usulannya harus maksimal. Kalau tidak, nanti kepepet, susah jadinya. Nantinya, kalau dananya lebih, tentu menjadi silpa," ungkap Adnan Beuransyah.
Membaca kutipan berita diatas, secara jelas bahwa DPRA tidak punya visi kerakyatan saat meramu jumlah anggaran untuk pelantikan WN. Mengapa? Ditengah keterpurukan ekonomi rakyat, orang-orang politik yang ada di parlemen, dengan sesuka hati mengalokasikan anggaran yang fantastis untuk melantik seorang pemangku adat.
Seharusnya DPR jangan lupa bahwa angka kemiskinan di Aceh pada tahun 2013 mencapai 17,60 persen. Ditambah lagi angka pengangguran sebesar 8,38 persen.
Sebagai lembaga perwakilan rakyat-terlepas pantas atau tidak, DPR Aceh seharuslah peka dan jujur pada kondisi. Aceh masih dibekap kemiskinan, rakyat Aceh masih banyak yang dibekap tuna karya.
Sebagai rakyat jelata yang sangat berkepentingan dengan kesejahteraan, saya menilai, apa yang dilakukan oleh DPR dalam mengalokasikan anggaran sedemikian banyak untuk sebuah ‘kenduri’ lambong-lambong keupiyah (hura-hura politik) merupakan bentuk penjajahan anggaran yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sangat mencintai Aceh.
Kita tentu akan bertanya, bila demikian besar anggaran rakyat hanya untuk acara pelantikan seorang WN, apakah anggota DPR Aceh masih punya hati? Kalau pertanyaan itu diajukan kepada saya, maka saya akan menjawab: “mereka masih punya hati, tapi hati binatang,”
Sebagai penutup tulisan ini, saya berharap agar anggota parlemen dan eksekutif Aceh-yang kebetulan seragam dalam satu warna partai, agar lebih punya hati dalam membuat kebijakan politik. Silahkan pilih dan lantik siapapun yang anda suka untuk mengisi jabatan yang anda buat. Namun janganlah berperilaku seperti penjajah. Bukankah pemborosan anggaran sebagai bentuk nyata penjajahan itu sendiri?.
Kemudian, jangan terus pojokkan Malik Mahmud dengan kebijakan yang gila-gilaan. Cukuplah beliau dipermalukan dengan runut sejarah kewalian Aceh yang tidak logis itu. kemudian juga dengan tidak adanya kewajiban baca Quran. Jangan tambah lagi dengan rencana alokasi anggaran mencapai Rp 50 miliar. Mari kita jaga WN Malik Mahmud Al-Haytar dari segala fitnah. Mari jaga kredibilitas beliau, agar nanti rakyat tidak memanggil Yang Mulia Wali Nanggroe sebagai Wali 50 miliar.(***)
Penulis: Muhajir Juli
Staf Analisis Koalisi NGO HAM Aceh