OBSERVASI | JAKARTA:
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Marzuki Alie, mengatakan pimpinan DPR
sudah lama mencium gelagat praktik suap di Mahkamah Konstitusi. Dia pun
mengaku gelagat itu sudah dibicarakan bersama Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
"Terus terang kami dari pimpinan DPR sering mendengar tentang hal ini, cuma sulit untuk membuktikan bahwa kasus ini ada," kata Marzuki di kediamannya yang tak jauh dari rumah dinas Ketua MK Akil Mochtar, Rabu (2/10/2013) jelang tengah malam.
Marzuki pun mengonfirmasi bahwa yang ditangkap bersama Akil di rumah dinas Akil adalah anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar dengan daerah pemilihan Kalimantan Tengah. "Jangan tanya saya. Besok bisa dicek (kepastian identitas anggota DPR itu)," tepis dia ketika dikejar lebih lanjut.
Menurut Marzuki, dugaan soal suap-menyuap yang melibatkan jajaran MK dan anggota DPR ini sudah pernah dibicarakan dengan Presiden SBY. "Fakta dari orang-orang yang terlibat, kemudian kami membicarakannya dengan Presiden," kata dia.
Persoalan ini sampai dibicarakan dengan Presiden, ujar Marzuki, karena MK adalah satu-satunya lembaga hukum dengan putusan final dan mengikat. "Jadi jika diisi orang-orang yang tidak amanah, bagaimana nasib peradilan hukum Indonesia? Itu yang kami bicarakan dengan presiden," papar dia.
Marzuki mengatakan dugaan suap di MK sangat membahayakan demokrasi dan berpotensi memicu kerusuhan. "Bisa-bisa di pemilu legislatif, dengan kekuasaannya bisa memenangkan bisa membatalkan. Bisa chaos negeri ini," kata dia. Marzuki pun menyebut kasus ini sebagai persoalan bangsa.
KPK menangkap Akil di kediamannya di Kompleks Widya Chandra, Rabu sekitar pukul 21.00 WIB. Di rumah tersebut, KPK juga mengamankan anggota DPR berinisial CHN serta pengusaha berinisial CN.
Tak lama setelahnya, KPK menangkap calon kepala daerah berinisial HB dan seseorang lain berinisial DH di sebuah hotel di Jakarta Pusat. Adapun HB diduga sebagai Hambit Bintih (HB) yang merupakan calon bupati Gunung Mas 2013-2018.
Diduga, keempat orang ini terlibat transaksi serah terima uang berkaitan dengan sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada). Sebagai barang bukti, penyidik KPK menyita sejumlah dollar Singapura yang nilainya sekitar Rp 2 miliar hingga Rp 3 miliar.
"Terus terang kami dari pimpinan DPR sering mendengar tentang hal ini, cuma sulit untuk membuktikan bahwa kasus ini ada," kata Marzuki di kediamannya yang tak jauh dari rumah dinas Ketua MK Akil Mochtar, Rabu (2/10/2013) jelang tengah malam.
Marzuki pun mengonfirmasi bahwa yang ditangkap bersama Akil di rumah dinas Akil adalah anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar dengan daerah pemilihan Kalimantan Tengah. "Jangan tanya saya. Besok bisa dicek (kepastian identitas anggota DPR itu)," tepis dia ketika dikejar lebih lanjut.
Menurut Marzuki, dugaan soal suap-menyuap yang melibatkan jajaran MK dan anggota DPR ini sudah pernah dibicarakan dengan Presiden SBY. "Fakta dari orang-orang yang terlibat, kemudian kami membicarakannya dengan Presiden," kata dia.
Persoalan ini sampai dibicarakan dengan Presiden, ujar Marzuki, karena MK adalah satu-satunya lembaga hukum dengan putusan final dan mengikat. "Jadi jika diisi orang-orang yang tidak amanah, bagaimana nasib peradilan hukum Indonesia? Itu yang kami bicarakan dengan presiden," papar dia.
Marzuki mengatakan dugaan suap di MK sangat membahayakan demokrasi dan berpotensi memicu kerusuhan. "Bisa-bisa di pemilu legislatif, dengan kekuasaannya bisa memenangkan bisa membatalkan. Bisa chaos negeri ini," kata dia. Marzuki pun menyebut kasus ini sebagai persoalan bangsa.
KPK menangkap Akil di kediamannya di Kompleks Widya Chandra, Rabu sekitar pukul 21.00 WIB. Di rumah tersebut, KPK juga mengamankan anggota DPR berinisial CHN serta pengusaha berinisial CN.
Tak lama setelahnya, KPK menangkap calon kepala daerah berinisial HB dan seseorang lain berinisial DH di sebuah hotel di Jakarta Pusat. Adapun HB diduga sebagai Hambit Bintih (HB) yang merupakan calon bupati Gunung Mas 2013-2018.
Diduga, keempat orang ini terlibat transaksi serah terima uang berkaitan dengan sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada). Sebagai barang bukti, penyidik KPK menyita sejumlah dollar Singapura yang nilainya sekitar Rp 2 miliar hingga Rp 3 miliar.
Sumber: Kompas