OBSERVASI | YOGYAKARTA:
Tim Mahasiswa Teknik Mesin UGM yang tergabung dalam kelompok riset
Flying Object Research Center (FORCE) melakukan uji coba penerbangan
pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV).
Tim menerbangkan pesawat yang diberi nama Camar Biru di lapangan Graha Sabha Pramana (GSP) UGM, Yogyakarta.
Tim FORCE UGM ini terdiri atas delapan mahasiswa dan tiga dosen
pembimbing. Delapan mahasiswa ini adalah Deni Dwi Nugroho (pilot), Wahyu
Wijayanto, Riadro Pramudyo, Ridwan Widoyoko, Damar Satrio Guntoro,
Gilang Abimantrana, Alviono Rahmadiyanto, dan Panji Setio Nugroho.
Mereka dibimbing oleh tiga dosen yaitu Gesang Nugroho, Purnomo dan Catur
Aries Rokhmana.
Dalam uji coba penerbangan di lapangan GSP UGM tersebut, pesawat
kecil tanpa awak ini mampu terbang selama 15 menit dengan ketinggian 200
meter. Saat take off, pesawat ini diterbangkan melalui remote control.
Ketika di udara, pesawat ini akan terbang mengikuti garis lintasan
yang telah diprogram melalui GPS. "Tetapi saat mau landing, harus
menggunakan remote lagi," ujar Dosen Pembimbing, Gesang Nugroho.
Saat take off, pesawat tersebut mampu meluncur dengan bagus dan
terbang mengitari kawasan UGM. Namun saat akan mendarat, pesawat agak
oleng dan sayap pesawat sempat menyentuh tanah. Hanya, kondisi pesawat
tidak mengalami kerusakan.
Pesawat kecil yang dilengkapi kontroller, sensor dan sistem telemetri
ini mampu terbang dalam jarak 8 kilometer. Pesawat ini, menurut Gesang,
mampu terbang maksimal dalam ketinggian 600 meter dengan kecepatan 60
kilometer per jam. Namun dalam uji coba tersebut hanya diterbangkan
dalam ketinggian 200 meter saja.
"Pesawat ini hanya mampu terbang 15 menit karena faktor baterai
saja," tambahnya. Pesawat kecil buatan mahasiswa UGM yang diberinama UAV
Camar Biru ini memiliki panjang 120 sentimeter (cm), tinggi 30 cm,
wing-span 200 cm dan take off weight 4 kilogram.
Pesawat ini dilengkapi kamera Gopro Hero 3 yang berfungsi untuk video
dan foto, video sender untuk mengirim video ke Ground Control Station
(GCS) serta Digi X-Trend 900 Mhz Radio Transciever untuk sistem
telemetri.
Dengan teknologi tersebut maka pesawat ini bisa digunakan untuk
mengirimkan live video, membuat peta udara dari mozaik foto dan
melakukan dropping payload pada lokasi tertentu.
"Pesawat ini merupakan generasi ketiga. Kita pertama membuat pada
2011 lalu namun hanya kita simpan di jurusan. Untuk generasi ini akan
kita ikutkan dalam Kontes Robot Terbang di Bandung November mendatang,"
jelasnya.