Meluapnya sungai Krueng Kruetoe dan Pirak akibat hujan deras di Bener
Meriah menyebabkan 111 desa di empat kecamatan terendam banjir sejak
Jumat (18/10/2013). Banjir tahunan ini membuat masyarakat di kecamatan
Pirak Timu, Paya Bakong, Matang Kuli, dan Tanah Luas sangat kelimpungan.
Banjir karena meluapnya sungai Krueng Kruetoe dan Pirak sebenarnya adalah banjir yang telah sejak lama terjadi. Selalu berulang tanpa penanganan yang tuntas dan permanen. Kedua sungai itu hanya berada pada radius 1-2 kilometer dari lapangan gas Arun milik ExxonMobil, yang sangat dekat dengan Point A.
“Dulu debit air banjir hanya menggangu lalu lintas jalan raya. Namun karena penanganan yang parsial sekarang banjir itu telah menyebar ke daerah yang lain, yang menggangu lokasi pemukiman dan pertanian warga,” sebut Teuku Kamaruzzaman, mantan Sekretaris Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh - Nias.
Menurutnya, untuk penanganan sungai Kruetoe dan Pirak ini perlu studi dan penanganan yang serius dan menyeluruh. Sehingga hal yang sama tidak terus berulang di masa depan.
“Dinas Pengairan Aceh bersama Balai Pengairan dari Departemen PU perlu segera mencari solusi permanen terhadap situasi ini,” jelas mantan pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang akrab dipanggil Ampon Man ini.
Selaku orang yang punya pengalaman menangani bencana tsunami, Ampon Man menyarankan agar Pemerintah memikirkan solusi integratif penanangan kedua sungai ini. Menurutnya perlu digabungkan antara solusi pembangunan DAM di hulu, pelebaran penanganan daerah aliran sungai (DAS), dan pembangunan tanggul penahan banjir.
Contoh penanganan banjir sungai Krueng Aceh di Aceh Besar dan Banda Aceh yang sukses dimasa Gubernur Syamsuddin Mahmud dapat ditiru oleh Bupati Muhammad Thaib dan Gubernur Zaini Abdullah.
“Walau penanganan ini akan memakan waktu dan biaya yang cukup signifikan. Ini sebuah kondisi ironis, yang cukup pantas untuk diperjuangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten maupun Provinsi Aceh ke Pemerintah Pusat. Sumber dana APBN di Kementerian PU layak dialokasikan untuk penanganan banjir ini,” tambah Ampon Man.
Menurutnya, minyak dan gas di perut bumi Lhoksukon ini telah menghasilkan devisa negara sampai ratusan trilyun rupiah sejak tahun 1970-an. “Hasil gas alam Arun harusnya mampu mendanai penanganan banjir dari luapan dua sungai di sekitar kilang ExxonMobil ini. Harapan kita, bencana yang menyedihkan ini tidak berulang kembali dimasa depan," tutup Ampon Man.
Banjir karena meluapnya sungai Krueng Kruetoe dan Pirak sebenarnya adalah banjir yang telah sejak lama terjadi. Selalu berulang tanpa penanganan yang tuntas dan permanen. Kedua sungai itu hanya berada pada radius 1-2 kilometer dari lapangan gas Arun milik ExxonMobil, yang sangat dekat dengan Point A.
“Dulu debit air banjir hanya menggangu lalu lintas jalan raya. Namun karena penanganan yang parsial sekarang banjir itu telah menyebar ke daerah yang lain, yang menggangu lokasi pemukiman dan pertanian warga,” sebut Teuku Kamaruzzaman, mantan Sekretaris Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh - Nias.
Menurutnya, untuk penanganan sungai Kruetoe dan Pirak ini perlu studi dan penanganan yang serius dan menyeluruh. Sehingga hal yang sama tidak terus berulang di masa depan.
“Dinas Pengairan Aceh bersama Balai Pengairan dari Departemen PU perlu segera mencari solusi permanen terhadap situasi ini,” jelas mantan pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang akrab dipanggil Ampon Man ini.
Selaku orang yang punya pengalaman menangani bencana tsunami, Ampon Man menyarankan agar Pemerintah memikirkan solusi integratif penanangan kedua sungai ini. Menurutnya perlu digabungkan antara solusi pembangunan DAM di hulu, pelebaran penanganan daerah aliran sungai (DAS), dan pembangunan tanggul penahan banjir.
Contoh penanganan banjir sungai Krueng Aceh di Aceh Besar dan Banda Aceh yang sukses dimasa Gubernur Syamsuddin Mahmud dapat ditiru oleh Bupati Muhammad Thaib dan Gubernur Zaini Abdullah.
“Walau penanganan ini akan memakan waktu dan biaya yang cukup signifikan. Ini sebuah kondisi ironis, yang cukup pantas untuk diperjuangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten maupun Provinsi Aceh ke Pemerintah Pusat. Sumber dana APBN di Kementerian PU layak dialokasikan untuk penanganan banjir ini,” tambah Ampon Man.
Menurutnya, minyak dan gas di perut bumi Lhoksukon ini telah menghasilkan devisa negara sampai ratusan trilyun rupiah sejak tahun 1970-an. “Hasil gas alam Arun harusnya mampu mendanai penanganan banjir dari luapan dua sungai di sekitar kilang ExxonMobil ini. Harapan kita, bencana yang menyedihkan ini tidak berulang kembali dimasa depan," tutup Ampon Man.
Reporter; Darwin