Advertistment

 

cerpen, News Observasi, Uus Productions
By Welcome, blogspot Uus Productions  (cerpen)
Oleh : Malinda Nurul Huda
Ada kalanya aku bisa tertawa sendiri dalam kesunyian waktuku. Menunggu hal yang kuperkirakan tak akan pernah bisa muncul kembali. Rasa yang menghibur dan menggelitik hati. Itu semua kudapatkan dari seseorang yang menyembunyikan wajah dan jati dirinya dariku. Dan mengaku sebagai… Pemuja Rahasia. Entahlah, entah perasaan apa yang hadir dalam hatiku saat ini, tapi tak bisa kupungkiri dan harus kuakui bahwa aku sangat mengharapkan kehadirannya dihadapanku. aku sangat menantikannya.♥

            “oh, ya ampun. Jadi kita harus balik lagi sekarang? aduh, capek. Pulang aja yuk.” Keluh kawan seumur hidup dalam keluargaku itu dengan raut muka lelah. Sedangkan aku yang berjalan disampingnya dengan langkah terburu-buru tak memalingkan muka dari lembaran-lembaran putih dalam genggamanku yang tersapu angin.

            “jangan cerewet. Tadi ngotot minta ikut. Kakak mau bantuin kawan kakak dulu. Mau mintak transkrip nilai Ulfa.”

            Adikku berdecak kesal dan merengut. “sekarang mau kemana?”

          “tuh. Ke Prodi tercinta dulu.” Jawabku dengan tersenyum.

            “oh. Ini ya Ilmu Komunikasi itu.”

            “ya.”

Lalu tiba-tiba ia berhenti. Aku menoleh memperhatikannya. “ngapain kamu dek? Kok berhenti?”

Aku pun ikut menghentikan langkahku.

            “adek tunggu disini aja ya, kak. Rame banget.”

Memang sih. Keadaan hari ini ramai sekali.  Karena mahasiswa baru yang hadir untuk melengkapi persyaratan di kampus bergerombolan dimana-mana. Tempat parkir motor pun menjadi penuh sesak. Aku menghela nafas. “terserah deh.” Kataku. Lalu aku meninggalkannya.

Udara dingin menerpa wajahku ketika aku membuka pintu masuk menuju ruangan bercat pucat. Dan mataku terbelalak ketika menyadari bahwa didalam ruangan ini penuh sesak. Kembali aku menghela nafas. Uh, meja resepsionis pun penuh dengan antrian. Aku berkeliling mencari seseorang yang aku kenal. Benar saja. Ada beberapa yang satu angkatan denganku sedang berbicara dengan raut muka serius. Dengan langkah cekatan dan mencoba menghindari tabrakan dengan orang lain, aku menghampiri mereka.

“hayo loh!” tegurku pada Irna yang sedang mengobrol bersama Ridho dan Fizal. Mereka menoleh lalu tersenyum.

“ngapain Dis?”

“nih, aku bantuin temenku yang mau pindah.” Menunjukkan berkas digenggamanku.

“siapa?” Tanya Fizal. Lalu menunjukkan sofa yang kosong untuk duduk.

“si Ulfa. Dia kan pindah ke kampung halamannya. Kalian ngapain?”

“ketemu dosen wali.”

“loh. Cepet banget.” Tanyaku.

“apanya yang cepet. Lagian kalian kali yang kecepetan. Tuh, nggak liat pengumuman yang udah ditempel didinding meja dosen wali kalian, anak A?”

“ah, masa?” lalu aku menuju meja dosen wali dan terkejut. Pengumuman yang ditempel disitu mengatakan bahwa batas pertemuan dengan beliau adalah besok.

“mampus aku.” Tanpa sadar aku berlari keluar ruangan, dengan kalap mengambil ponsel didalam tas tangan coklat.

“Gadis, mau kemana?” Tanya Fizal

“bentar.” Sahutku tanpa menoleh. Tanpa sengaja aku menabrak seseorang didepanku. Aku mengangkat kepala. Seorang lelaki yang tak kukenal tersenyum lalu aku balas senyumnya dan meminta maaf lalu aku melanjutkan langkahku yang terburu-buru. Menghampiri adikku yang sedang duduk sendiri sibuk dengan ponselnya.

“udah?” tanyanya.

Aku menggeleng dengan panik. Lalu memencet keypadnya dengan gesit. Membawa ponsel itu ke telinga dan menunggu.

“halo, Ren. Kamu udah temuin dosen wali?”

“belum, kenapa? Ada apa sih, kok panik?”

“besok terakhir. Aku barusan liat pengumumannya sedangkan temen-temen yang lain masih pulang kampung liburan semester kan belum berakhir KRS pun belum beres tapi besok terakhir temuin dosen wali, jadi gimana. Gawat, dosen wali kita super sibuk , kita nggak bakal punya kesempatan kedua, Ren. Aku lu…”

“OOIII!!! Ngomong pelan-pelan!!!” teriaknya dari seberang sana. Aku menjauhkan ponselku untuk sesaat. Ya ampun sejak kapan sih Rendi punya suara kayak petir.

“ngomong pelan-pelan Gadis. Gak pakek ngerem pulak tuh. Tadi kamu bilang besok terakhir temuin dosen wali?”

“I,iya.” jawabku pelan. Takut aku ngerocos macem-macem lagi kayak tadi. kan malu.

“yaudah, tinggal kasih tauyang lain doang, kan? nggak susah.”

Ngomong sama laki-laki satu ini memang peling ngeselin sedunia. Capek. Kita lagi panik. Dia malah selow. Oh Tuhan. Kawan macam apa sih yang aku dapatkan kali ini. Dengan decakan super kesal aku menjawabnya dengan ketus.

“enak lo ya, ngomong santai abis. Nggak ngeliat penderitaan kawan yang lain.”

“emang enak. Ngapain diambil pusing. Nggak ada untungnya, Dis.”

“aku nggak mau tau. Sekarang kamu bantuin aku, buat nyebarin ini pengumuman. Aku nggak banyak pulsa.”

“loh? Kok aku?”

“kan kamu yang paling santai, sekarang kamu harus sibuk. Udah ah. Aku masih punya kegiatan lain. Jangan lupa sebarin. Dah ya” tanpa persetujuannya aku langsung menekan tombol merah pada ponsel dan berbalik menuju Prodi.

“loh, kak. Belum selesai?” Tanya adikku.

“belum dek Lia, kamu tunggu aja. Ikut juga boleh.”

“nggak ikut ajalah.”

Pusing sekali kepalaku ini kenapa ya. dengan lesu aku membuka pintu Ruangan tersebut, dan hampir saja lagi-lagi aku menabrak orang.  Tanpa menggumamkan maaf, aku hanya tersenyum singkat. Dan menuju sofa yang masih diduduki oleh teman seangkatanku.

“loh? Irna mana?” tanyaku pada Fizal dan Ridho yang sedang tertawa seru. Mereka menoleh kompak.

 “pulang.” jawab Ridho.

“oh ya, Gadis.”

“apa, Zal?”

“boleh mintak nomornya? Bukan buat aku, tapi…” ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tapi, tunggu, mungkin iya memang gatal.

“buat siapa?” tanyaku

“nggak bisa bilang. Tapi aku mintak.”

“aduh, kalo nggak ada alasan aku nggak mau kasih lah.”

“loh, tapi ini…”

“apa?”

Raut mukanya bingung, tapi tiba-tiba dia tersenyum. “tapi, dia naksir kamu, loh”

Aku memutar bola mataku lalu tersenyum. bukan ge-er tapi emang bawaanku kalau ada yang kayak beginian senyum aja kerjaannya.

“iya, ‘DIA’ itu siapa, Fizal?”

“nggak bisa ku kasih tau.”

“ck, nggak jelas nih. Udah ah, nantik aja. Aku sibuk nih. Mau ngurus punya kawanku juga.”

“serius? Nantik ku tagih lagi loh ya.”

“terserah.”

Aku tersenyum sendiri saat Fizal mengatakan ada seseorang yang naksir padaku. Dengan gelengan pelan aku menuju meja resepsionis dan mnyerahkan berkas.

Bukan tak bersyukur ada seseorang yang menyukai atau sekedar iseng-iseng saja untuk mendekatiku, tapi masalahnya hatiku sudah terisi penuh oleh seseorang yang lain. Itu bukan salahku.♥ 
Menghabiskan waktu diruangan itu selama lebih dari empat puluh menit dan hanya duduk menunggu berkas ditanda tangani , melihat orang lain mondar-mandir, menambah pusing kepala. Akhirnya aku putuskan  untuk beranjak pulang. aku melihat ke sekeliling, waspada akan Fizal yang akan menagih janji. Dengan gesit aku melangkah keluar ruangan. Dan menghampiri adikku.

            “OI!”

Seruan itu membuatku terkejut. Dan aku berbalik. Tuh kaaan. apa aku bilang, pasti deh.

            “apa, Fizal?”

            “nomor kamu, berapa?”

            “ck,ck. Harus ya?”

            “iya.”

            “penting?”

            “banget.”

            “yaudah. Sini hp mu.” Ia menyerahkan ponselnya padaku. Aku mengetik keypad dengan cepat lalu menyerahkan ponsel itu kembali. Fizal memandang nomor itu dengan ragu.

“nggak nipu, kan?”

Aku melotot “emang muka aku keliatan kayak muka penipu, ya??”

“bukan gitu, tapi…” ia menoleh ke pintu Prodi. Aku ikut menoleh. Dan, apa Cuma perasaan, ya? ada seseorang yang berbalik dengan cepat dan berlalu pergi.

“itu orangnya?” tanyaku. Fizal hanya membalas dengan cengiran.

“dah ya. aku mau pulang.”

“oke, makasih ya. hati-hati dijalan.”

 Dengan langkah bosan aku berjalan diikuti oleh adikku.

“kenapa kak?”

“ada yang mintak nomor. Tadi kamu ada ngeliat cowok yang berbalik tadi?”

“nggak.”

“oh.”

Siapa sih? Kenapa harus sembunyi-sembunyi kayak gitu. Kan nggak gentle. Eh, tapi, emang aku tau gentle itu kayak mana.♥

aku merebahkan diri pada tempat tidur dan membuka beberapa bacaan seru untuk malam ini. Melupakan sejenak masalahku didunia nyata dan mengalihkan pandangan pada dunia fiksi. aku terlonjak kaget ketika keheningan didalam kamarku dipecahkan oleh suara ponsel yang berdering nyaring. Oh, Cuma SMS. Aku membukanya dengan malas.

            ‘Hai’

Nomor yang tak dikenal. Oh pasti itu orang yang mau kenalan yang di bilang Fizal.

Oke, aku harus ngebalas giman ya? mmm. Oke, gini aja.

            ‘ya? ini dengan siapa?’

lalu beberapa saat kemuadian…

            “pengagum rahasia kamu.”

Tiga kata itu membuatku terpaku sejenak. Tak pernah terfikir bahwa tiga kata itu akan membuatku memasuki cerita yang berbeda dari sebelumnya.



BERSAMBUNG..

Cerpen : Malinda Nurul Huda
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh.
@blogger Uus Productions
@ blogger News Observasi






 
Top