Pidie Jaya, NEWS OBSERVASI: Seorang santri perempuan berusia belasan tahun di Provinsi Aceh, diduga menjadi korban trafficking atau perdagangan manusia.
"Kami menduga santri perempuan ini korban trafficking karena di sekitar tempat tinggalnya ada riwayat perdagangan manusia beberapa waktu lalu," kata Manajer Program Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Anak Aceh, Rudi Bastian, Senin (13/10).
Sebelumnya, Rosnidar, 17 tahun, santri Dayah Darul Munawarah, Ulee Glee, Kabupaten Pidie Jaya, dilaporkan hilang saat berada di Pasar Ulee Glee. Korban warga Ie Rhob, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen, Aceh, dilaporkan hilang sejak 17 Juni 2014.
Menurut Rudi, dugaan Rosnidar menjadi korban trafficking karena di sekitar daerah tempat tinggalnya pernah terjadi kasus serupa, sehingga kuat dugaan santri dayah ini menjadi korban kejahatan tersebut.
"Ini dugaan sementara kami. Sebab, hingga kini tidak ada kabar keberadaan korban. Keluarga korban juga sudah melapor ke polisi, tetapi tidak mendapat respon memuaskan. Karena itu, kami mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus ini," kata Rudi Bastian.
Sementara itu, As' Ari, abang kandung korban, menjelaskan adiknya tidak ada kabar sampai kini setelah diantar seorang tukang ojek ke Pasar Ulee Glee, pada 17 Juni 2014. Setelah itu, tidak ada kabar dari adiknya tersebut.
"Setelah mencari, akhirnya kami melaporkan ke Polsek Simplang Mamplam, Kabupaten Bireuen. Namun, polisi menolak laporan kami karena katanya polisi tidak ada personel dan biaya untuk mencari adik saya," kata As' Ari.
Akhirnya, kata dia, pihak keluarga berupaya mencari sendiri dengan mendatangi sejumlah daerah di Aceh, termasuk mengabari sanak famili di beberapa kabupaten/kota di provinsi itu. Namun, sang adik tidak kunjung ditemukan.
"Setelah sebulan kami cari, akhirnya kami mencoba melapor ke Polres Bireuen. Namun, kami tetap mendapat jawaban tidak memuaskan dari kepolisian," kata dia.
Di Polres Bireuen, kata dia, pihak kepolisian menyatakan tidak ada unsur pidana kasus hilangnya Rosnidar, sehingga polisi tidak bisa menindaklanjutinya.
Polisi, kata dia, juga beranggapan bahwa korban pergi dengan orang yang disukainya. Artinya, korban pergi meninggalkan keluarga tanpa paksaan, sehingga tidak ada delik hukum polisi mengusutnya.
"Memang, adik saya pernah dilamar seorang duda yang pernah empat kali kawin cerai. Namun, adik saya menolaknya dengan alasan hendak melanjutkan pendidikan," kata dia.
Kendati begitu, sebut As' Ari, dirinya tidak meyakini orang yang melamarnya itu membawa adiknya tersebut. Sebab, orang yang melamar tersebut termasuk kerabat dari neneknya.
"Adik saya hilang delapan bulan setelah lamaran tersebut. Oleh karena itu, kami berharap kepolisian merespons laporan kehilangan ini dengan mengusut serta menangkap pelakunya," kata As' Ari.
"Kami menduga santri perempuan ini korban trafficking karena di sekitar tempat tinggalnya ada riwayat perdagangan manusia beberapa waktu lalu," kata Manajer Program Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Anak Aceh, Rudi Bastian, Senin (13/10).
Sebelumnya, Rosnidar, 17 tahun, santri Dayah Darul Munawarah, Ulee Glee, Kabupaten Pidie Jaya, dilaporkan hilang saat berada di Pasar Ulee Glee. Korban warga Ie Rhob, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen, Aceh, dilaporkan hilang sejak 17 Juni 2014.
Menurut Rudi, dugaan Rosnidar menjadi korban trafficking karena di sekitar daerah tempat tinggalnya pernah terjadi kasus serupa, sehingga kuat dugaan santri dayah ini menjadi korban kejahatan tersebut.
"Ini dugaan sementara kami. Sebab, hingga kini tidak ada kabar keberadaan korban. Keluarga korban juga sudah melapor ke polisi, tetapi tidak mendapat respon memuaskan. Karena itu, kami mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus ini," kata Rudi Bastian.
Sementara itu, As' Ari, abang kandung korban, menjelaskan adiknya tidak ada kabar sampai kini setelah diantar seorang tukang ojek ke Pasar Ulee Glee, pada 17 Juni 2014. Setelah itu, tidak ada kabar dari adiknya tersebut.
"Setelah mencari, akhirnya kami melaporkan ke Polsek Simplang Mamplam, Kabupaten Bireuen. Namun, polisi menolak laporan kami karena katanya polisi tidak ada personel dan biaya untuk mencari adik saya," kata As' Ari.
Akhirnya, kata dia, pihak keluarga berupaya mencari sendiri dengan mendatangi sejumlah daerah di Aceh, termasuk mengabari sanak famili di beberapa kabupaten/kota di provinsi itu. Namun, sang adik tidak kunjung ditemukan.
"Setelah sebulan kami cari, akhirnya kami mencoba melapor ke Polres Bireuen. Namun, kami tetap mendapat jawaban tidak memuaskan dari kepolisian," kata dia.
Di Polres Bireuen, kata dia, pihak kepolisian menyatakan tidak ada unsur pidana kasus hilangnya Rosnidar, sehingga polisi tidak bisa menindaklanjutinya.
Polisi, kata dia, juga beranggapan bahwa korban pergi dengan orang yang disukainya. Artinya, korban pergi meninggalkan keluarga tanpa paksaan, sehingga tidak ada delik hukum polisi mengusutnya.
"Memang, adik saya pernah dilamar seorang duda yang pernah empat kali kawin cerai. Namun, adik saya menolaknya dengan alasan hendak melanjutkan pendidikan," kata dia.
Kendati begitu, sebut As' Ari, dirinya tidak meyakini orang yang melamarnya itu membawa adiknya tersebut. Sebab, orang yang melamar tersebut termasuk kerabat dari neneknya.
"Adik saya hilang delapan bulan setelah lamaran tersebut. Oleh karena itu, kami berharap kepolisian merespons laporan kehilangan ini dengan mengusut serta menangkap pelakunya," kata As' Ari.
Sumber: harianterbit.com