Advertistment

 

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri), Djohermansyah Djohan, menyatakan Menko Perekonomian Sofyan Djalil telah melakukan pertemuan lanjutan dengan Gubernur, Wakil Gubernur dan sejumlah pimpinan DPR Aceh, di Jakarta, Selasa (26/11).

Pertemuan dilakukan guna membahas kelanjutan tiga aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang belum juga disahkan.

“Alhamdulillah ada titik temu baik soal pertanahan maupun soal laut teritorial. Demikian juga terkait pengelolaannya dan plus soal Peraturan Presiden terkait kantor BPN yang sekarang menjadi Agraria. Kami mencoba membentuk tim kecil. Ini untuk mereformulasi apa yang telah disepakati, untuk dituangkan dalam darft RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) yang macet bertahun-tahun,” katanya di Jakarta, Rabu (26/11).

NEWS OBSERVASI: Menurut birokrat yang akrab disapa Prof Djo ini, tim kecil nantinya akan terdiri dari birokrat yang berasal dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Kementerian Agraria, Kementerian Keuangan, serta kementerian terkait lainnya, plus perwakilan dari Aceh.

“Kita harapkan tim ini pekan depan lakukan rapat pertamanya. Kita akan hasilkan satu draft yang disempurnakan. Lalu akan dilaporkan ke Mendagri, dibawa ke Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta diputuskan. Kalau clear akan dibawa ke presiden untuk ditindak lanjuti,” katanya.

Prof Djo berharap rancangan draft dapat selesai Desember mendatang. Jika tidak, maka akan menunggu Dirjen Otda yang baru.
“Itu bisa repot lagi, bisa enggak mengerti. Syukur-syukur bisa selesai hingga menjadi hadiah untuk memperingati tsunami kalau Desember selesai. Maka Aceh bisa konsentrasi mengurus pembangunan daerahnya. Selain itu kalau RPP selesai, maka utang pemerintah terbayar. Karena seharusnya tiga aturan sudah harus tuntas November 2006 lalu," katanya.
Saat ditanya apa saja hasil yang dicapai dari pertemuan, Prof Djo mengatakan antara lain terkait bagi hasil antara pusat dan daerah. Seperti misalnya untuk hasil minyak bumi dan gas lepas pantai, disepakati Aceh akan memeroleh 70 persen, sementara pusat 30 persen.

“Ini kan karena otonomi khusus. Kalau migas dia (Aceh) dapat 70 persen, pemerintah dapat 30 persen. Kalau perikanan malah 80 persen untuk daerah dan 20 persen untuk pusat. Daerah lain tak pernah iri. Karena daerah lain tak punya landasannya,” kata Prof Djo.
 
Top