NEWSOBSERVASI: Mutasi dan pergantian pejabat struktural eselon II, III dan IV di lingkungan Pemerintahan Aceh diharapkan dapat dilakukan dengan selektif agar pejabat yang ditempatkan di suatu jabatan sesuai dengan disiplin dan ilmu yang dimiliki.
Dengan demikian, pejabat yang dilantik tersebut nantinya bisa melakukan tugas sesuai dengan keahlian yang dimilikinya, bukan hanya sekedar mengisi jabatan-jabatan strategis saja di Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) untuk kepentingan sesaat bagi kelompok tertentu saja.
“Hendaknya perlu diperhatikan juga oleh gubernur, figur pejabat yang ditugaskan di suatu jabatan SKPA itu harus sesuai dengan disiplin ilmu dan azas profesionalitas,” ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Asrizal H Asnawi, kepada wartawan, Selasa (24/3).
Pernyataan itu disampaikannya terkait gebrakan mutasi pejabat eselon II seperti kepala dinas, badan dan biro di jajarannya Pemprov Aceh yang dilakukan Gubernur Zaini Abdullah.
Tercatat ada 12 pejabat yang terkena gelombang mutasi kali ini namun seorang di antaranya, yaitu Bukhari AKS MM yang selama ini menjabat Kadis Sosial Aceh secara tegas menolak jabatan baru sebagai Kasatpol PP dan WH Aceh karena menganggap tidak sesuai dengan bidang atau disiplin keilmuannya.
Bukhari AKS bahkan tidak hadir pada prosesi pelantikan yang dilakukan Sekda Aceh, Drs Dermawan MM di Gedung Serba Guna Kantor Gubernur Aceh, Senin (23/3).
“Penolakan itu semata-mata karena saya tak punya kemampuan untuk mengemban jabatan sebagai Kasatpol PP dan WH. Disiplin ilmu saya di bidang sosial. Daripada mengecewakan, lebih baik saya mengambil sikap tidak bersedia dilantik,” kata Bukhari.
> Terhadap sikap penolakan jabatan oleh Bukhari walaupun telah di-SK-kan, menurut Asrizal H. Asnawi, seharusnya hal itu tak perlu terjadi jika dikomunikan sejak awal, termasuk menanyakan kesediaan pejabat bersangkutan, bukan asal menempatkan.
“Soal penolakan itu merupakan hak prerogatif Pak Bukhari, tetapi dengan ini ke depan ada baiknya orang yang akan ditugaskan di satu jabatan itu ditanyakan dulu kesediaannya untuk menempati posisi tertentu,” jelas Asrizal.
Sikap penolakan jabatan yang diberikan bukan yang pertama terjadi di jajaran Pemerintah Aceh. Pada akhir 2014 lalu, ada 15 pejabat eselon II yang akan dilantik, namun seorang di antaranya yaitu dr Syahrul Sp.S yang sebelumnya menjabat Direktur RSUZA juga menolak ketika akan dilantik sebagai Staf Ahli Gubernur Bidang Keistimewaan. Seperti halnya Bukhari AKS, dr Syahrul juga beralasan jabatan yang dipercayakan tidak cocok dengan disiplin ilmunya.
Lebih lanjut Asrizal menambahkan, terkait mutasi pejabat yang kerap dilakukan oleh pemerintahan Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan Wagub Muzakir Manaf dapat membawa dampak positif bagi program pembangunan Aceh yang lebih baik ke depan.
“Harapannya, semoga mutasi kemarin dapat berdampak positif pada percepatan pembangunan Aceh dan mutasi itu memang hak prerogatif gubernur. Tentunya harus dapat mendukung program-program gubernur dalam melaksanakan visi misinya,” kata Asrizal yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPRA ini.
Menyangkut mutasi pejabat yang dilakukan di saat tender proyek APBA 2015 dan bergantinya pejabat saat membahas anggaran dan merealisasikan anggaran, Asrizal juga melihat hal itu telah menjadi pertimbangan gubernur.(Darwin)