Advertistment

 

Jakarta, NEWS OBSERVASI - Dewan Pers menyatakan saat ini masih banyak wartawan yang digaji dibawah upah minimum regional (UMR). “Disparitas gaji wartawan itu masih terjadi,” kata Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo, di Jakarta.

Dia mengakui bahwa wartawan di sejumlah media nasional memang mendapatkan gaji bulanan yang angkanya jauh di atas rata-rata jumlah upah buruh berdasarkan upah minimum provinsi (UMP). Namun banyak juga wartawan yang digaji dibawah UMR.

Bahkan, menurut Stanley, di media-media daerah, ada wartawan yang tidak digaji dan hanya diberi kartu pers saja.

“Malah ada yang cuma dikasih ID pers, nggak digaji. Kata bosnya, pandai-pandailah menggunakan kartu pers ini untuk cari makan. Ada juga yang disuruh setor ke perusahaan untuk membiayai operasional,” katanya.

Para wartawan yang masuk kategori ini, menurut dia, banyak yang terpaksa harus bertahan hidup dengan cara mengandalkan penghasilan tambahan dari ‘amplop’ yang dicarinya dari sejumlah narasumber.

Berbeda dengan buruh yang seringkali berdemo, menurut dia, di Indonesia, gerakan buruh di kalangan pers belum terlalu dikenal.

Dikatakannya, kalangan pers bahkan banyak yang menolak dirinya disebut sebagai buruh. Para wartawan lebih suka dirinya disejajarkan dengan berbagai kelompok profesional seperti dokter, insinyur dan pengacara.

“Padahal kenyataannya, kondisi wartawan tidak beda jauh dengan kondisi buruh,” katanya. Hal itu menurut dia, karena posisi tawar wartawan yang lemah di hadapan pemilik media.

Pihaknya pun mendorong para pemilik media untuk bisa menggaji wartawan mereka minimal setara UMP. “Gak usah muluk-muluk seperti upah layaknya AJI-lah, cukup diatas UMP saja, lebih mudah perhitungannya  karena tiap provinsi kan ada ketentuan UMP-nya,” katanya. [ANTARA News]
 
Top