Advertistment

 

Oleh: H.MUNTASIR HAMID,SH.MH.   
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua.

Saya, H.Muntasir Hamid,SH.MH. salah satu masyarakat sipil di Propinsi Aceh dengan ini mengirimkan surat kepada Bapak Presiden, setelah saya mencermati, mengevaluasi dan mempertimbangkan tentang situasi dan kondisi Aceh pada saat ini, sudah saatnya bagi Bapak Presiden untuk dapat segera mengambil langkah-langkah konkrit sehubungan dengan:

1. Disahkannya Qanun Wali Nanggroe oleh DPR Aceh, sementara isi daripada Qanun tersebut berlawanan dengan Perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga oleh Kementerian Dalam Negeri Qanun ini belum ditandatangani, sehingga berpengaruh pada segala sesuatu yang menyangkut dengan anggaran Wali Nanggroe itu sendiri dan hal-hal lainnya yang terkait. Sebagai poin masukan mengenai Qanun Wali Nanggroe, perlu kami informasikan kepada Bapak Presiden hal-hal sebagai berikut:

a. Qanun Wali Nanggroe telah disahkan oleh DPR Aceh dan dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kemendagri telah membalas agar Qanun tersebut direvisi dan diperbaiki karena sebagian pasal bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh itu sendiri. Pemerintah Aceh dan DPRA hanya menjawab pertanyaan dari pihak Kemendagri tanpa merevisi Qanun tersebut. Dikarenakan telah lewat waktu dan tidak dibatalkan, maka Pemerintah Aceh dan DPRA menganggap Qanun Wali Nanggroe sudah sah. Sedangkan menurut Kemendagri, selama Qanun tidak direvisi sesuai dengan isi surat Kemendagri, maka Qanun itu tidak bisa dieksekusi.

b. Pada tahun 2012 sudah ada anggaran untuk Wali Nanggroe, sebesar 65 Milyar Rupiah, yang sebenarnya anggaran tersebut tidak bisa dieksekusi karena lembaganya belum sah. Namun saat ini dananya diduga telah dititipkan pada Majelis Adat Aceh (MAA) dan diduga sudah sering dipakai oleh Malik Mahmud untuk melakukan perjalanan ke berbagai daerah di tanah air bahkan sampai ke luar negeri. Penggunaan dana ini perlu menjadi perhatian pihak Kepolisian RI, Jaksa Agung RI dan juga KPK karena dipakai tidak sesuai aturan. Uang negara dipakai oleh sekelompok orang tanpa dasar. Acara-acara dengar pendapat diselenggarakan hanya bertujuan untuk menghabiskan uang tersbut, sebab sebenarnya secara logika untuk apa dengar pendapat dilakukan kalau Qanunnya sudah disahkan. Maka dari itu dengar pendapat dibuat seolah-olah untuk mencari masukan tentang bagaimana Wali Nanggroe ditabalkan.

c. Jadwal penabalan yang tidak jelas, karena DPR Aceh dan Pemerintah Aceh sendiri tidak yakin, bahwa Qanun itu sudah sah. Usulan dari salah satu Partai Politik Lokal di Aceh agar dianggarkan dana penabalan Wali Nanggroe untuk upacara seremonial selama tujuh hari tujuh malam sebesar 50 Milyar Rupiah. Dimana hal ini merupakan suatu pemborosan anggaran yang sangat luar biasa dan dapat menciderai hati dan perasaan masyarakat di Aceh yang kondisinya hari ini mayoritas berada dalam keadaan ekonomi yang sulit dan tidak menentu.

d. Memohon kepada Bapak Presiden SBY melalui Menteri terkait, untuk mengambil tindakan pencekalan terhadap Gubernur Aceh Zaini Abdullah, seluruh anggota DPRA dan Malik Mahmud. Hal ini penting karena diduga, ada diantara mereka ini yang masih memiliki paspor ganda yang bisa saja digunakan sewaktu-waktu untuk lari keluar Indonesia. Dan banyak hal-hal lainnya telah dilakukan yang bertentangan dengan UUD 1945 serta Peraturan Negara lainnya.

2. Mengingat hampir di seluruh Aceh menolak lembaga Wali Nanggroe dan keberadaan Malik Mahmud yang juga dipertanyakan oleh hampir semua masyarakat Aceh, kalau boleh kami menyarankan kepada Bapak Presiden supaya Qanun Wali Nanggroe sebaiknya dibatalkan saja dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai.

3. Perlu diadakan pemeriksaan atas pengesahaan RAPBA-P 2013 oleh DPR Aceh pada tanggal 3 Oktober 2013 yang lalu sebesar 12,3 Trilyun Rupiah yang jauh dari kesan pro rakyat. Kami menyarankan juga supaya kiranya Bapak Presiden dapat memerintahkan Kejaksaan Agung RI untuk segera memeriksa Gubernur Aceh beserta instansi terkait lainnya yang berada di bawah kendali Pemerintah Aceh dan seluruh anggota DPR Aceh yang diduga telah melakukan korupsi dengan mengatasnamakan kepentingan Rakyat. Ikut juga dilibatkan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia dan juga sangat dirasa perlu untuk menghadirkan KPK dalam menuntaskan permasalahan tersebut. Sudah saatnya di Aceh, bagi kita semua untuk menegakkan supremasi hukum sebagai panglima dalam melaksanakan tatakelola pemerintahan sipil yang baik.

Demikian surat ini diperbuat agar Bapak Presiden dapat langsung merespon melalui:
1. Kementerian Dalam Negeri RI
2. Kejaksaan Agung RI
3. Kepolisian Negara RI
4. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI

Atas perhatian Bapak Presiden, kami mengucapkan terima kasih. Salam hormat dari kami untuk Bapak Presiden dan Ibu Negara, semoga senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT. 

Surat ini dikirim Oleh :
H.MUNTASIR HAMID,SH.MH.  
Ketua DPD II Partai Golkar, Banda Aceh, 
 
Top